Salah satu model pendekatan yang pernah digunakan dalam kurikulum di Indonesia yaitu pendekatan kompetensi seperti yang terdapat dalam kurikulum 2004 atau yang lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pada kurikulum ini lebih menekankan kompetensi atau hasil (income)-nya sedangkan proses untuk mencapai hal tersebut diserahkan pada improvisasi guru ketika mengajar. Sehingga dalam kurikulum ini menjadikan seorang guru yang asalnya hanya mengikuti petunjuk, kemudian dituntut agar berinisiatif untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran sesuai sesuai dengan kondisi siswa dan lingkungan setempat (Rizali, 2007:203-204).
Kemudian menurut Rizali (2007:204) melanjutkan bahwa pada kurikulum 2004 juga terjadi learning reform atau pembaharuan pada pendekatan pembelajarannya. Pendekatan pembelajaran dirancang agar menjadikan peserta didik yang berkualitas dan berkarakter.
Sedangkan menurut Saodih yang dikutip oleh Susilo (2008:105) mengemukakan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum berdasarkan pada sistem pengelolaan, fokus sasaran dan kompetensi. Jika dilihat dari sistem pengelolaannya dibedakan menjadi sistem pengelolaan terpusat (sentralisasi) dan tersebar (desentralisasi). Kemudian dari pendekatan dari fokus sasarannya dibedakan menjadi pendekatan kurikulum yang yang mengutamakan penguasaan ilmu pengetahuan , kemampuan standar, penguasaan kompetensi, pembentukan pribadi dan kemampuan memecahkan masalah sosial kemasyarakatan. Sedangkan pendekatan kompetensi merupakan usaha pengembangan kurikulum dengan memfokuskan pada penguasaan kompetensi tertentu berdasarkan tahap-tahap perkembangan peserta didik.
Selanjutnya menurut Munadi Rahmat dalam makalahnya yang di upload ke blog http://sdn4sidorejo.blogspot.com/2012/02/pendekatan-pendekatan-dalam.html mengklasifikasikan berbagai pendekatan dalam kurikulum sebagai berikut :
a. Pendekatan Broad-Field
Pendekatan ini pada dasarnya berusaha mengintregasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan dengan tujuan agar siswa dapat memahami ilmu pengetahuan tidak hanya berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Pendekatan ini juga berusaha agar siswa memahami hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian di dunia, misalnya antara perang vietnam dan korea dengan kebangkitan ekonomi jepang dan lain-lain. Beberapa mata pelajaran yang sejenis disatukan misalnya IPA yang merupakan gabungan Fisika Kimia dan Biologi. Namun pada prakteknya terkadang guru masih terbatas pada latar belakang pendidikannya.
b. Pendekatan Kurikulum Inti (core curriculum)
Dalam sistemnya, kurikulum ini terdapat banyak persamaannya dengan broad-field, karena sama-sama menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Penyusunannya berdasarkan suatu masalah sosial atau personal yang terjadi dalam masyarakat dan berusaha menyelesaikannya dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan. Dalam pendekatan kurikulum ini ada beberapa hal yang harus dikaji yaitu:
1. Kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan (continue) selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-menerus.
2. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan.
3. Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah maupun problema yang dihadapi secara aktual.
4. Isi kurikululm cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial.
5. Isi kurikulum ini lebih difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan pengalaman yang terpadu.
c. Pendekatan Rekonstruksionisme (Reconstructionist Approach)
Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa Inggris Reconstruct yang artinya menyusun kembali. Merupakan suatu aliran yang berusaha merombak kembali tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Rekonstruksionisme adalah kelanjutan dari gerakan progresivisme, gerakan ini lahir didasari suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini saja tidak mencakup permasalahan yang kemungkinan akan terjadi di masa mendatang. Salah satu tokohnya yaitu Brammeld mempunyai asumsi bahwa kita telah beralih dari masyarakat agraris pedesaan ke masyarakat urban yang berteknologi tinggi namun masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius yaitu dalam kemampuan manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi.
2. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Arifin (2012:137) model atau kontruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Secara singkat, model-model tersebut akan dikemukakan sebagai berikut:
1.The Administrative (Line-Staf) Model
Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal adalah model administratif karena model ini menggunakan prosedur “garis-staf” atau garis komando “dari atas ke baawah” (top-down). Maksudnya, inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara struktural dilaksanakan ditingkat bawah. Dalam model ini, pejabat pendidikan membentuk panitia pengarah yang biasanya terdiri atas pengawasan pendidikan, kepala sekolah, dan guru-guru inti. Panitia pengarah ini bertugas merumuskan rencana umum, prinsif-prinsif, landasan filosofis dan tujuan umum pendidikan.
Selanjutnya, mereka membentuk kelompok-kelompok kerja sesuai dengan keperluan. Anggota-anggota kelompok kerja umumnya terdiri atas guru-guru dan spesialis kurikulum. Tugasnya adalah merumuskan tujuan kurikulum yang spesifik, menyusun materi, kegiatan pembelajaran, sistem penilaian dan sebagainya sesuai dengan kebijakan steering commitee. Hasil pekerjaannya direvisi oleh panitia pengarah. Jika dipandang perlu (tetapi hal ini jarang terjadi) akan diadakan uji coba (try-out) untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya. Hal ini dikerjakan oleh suatu komisi yang ditunjuk oleh panitia pengarah, dan keanggotannya terdiri atas sebagian besar kepala-kepala sekolah. Apabila pekerjaan itu telah selesai, diserahkan kembali kepada panitia pengarah untuk ditelaah kembali, baru kemudian diimplementasikan.
2.The Grass-Roots Model
Inisiatif pengembangan kurikulum dalam model ini berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok, yaitu: Pertama, implementasi kurikulum akn lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua, dan anggota masyarakat. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum demikian, kerja sama dengan orang tua murid dan masyarakat sangatlah penting. Kerja sama dengan sesama guru dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari model ini.
Model Grass-Roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu:
a.Kurikulum akan bertambah baik, jikan kemampuan profesional guru bertambah baik.
b.Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara pribadi didalam merevisi kurikulum.
c.Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan, dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d.Hendaknya diantara gguru-guru terjadi kontakn langsung sehingga mererka dapat saling memahami dan mencapai suatu konsensus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan dan rencana.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorongan saja, sehingga guru-guru dapat melaksanakan tugas pengembangan kurikulum nya secara demokratis. Biasanya pada langkah-langkah tertentudiselenggarakan lokakarya untuk membahas langkah-langkah yang telah berhasil dicapai dan menyiapkan program selanjutnya. Dalam lokakarya ini, selain guru-guru ada juga kepala sekolah, orang tua murid, tokoh masyarakat, konsultan, dan sumber-sumber lainnya.
3.The Demontration Model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaannya, model ini menuntut sejumlah guru dalam suatu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaharui kurikulum.
Model demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal maupun tidak formal. Keuntungan model deminstrasi antara lain: Pertama, disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui uji coba dalam praktik yang nyata, maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja. Kedua, Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan. Ketiga, mudah untuk menghadapi hambatan, dan yang keempat, menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan narasumber sehingga para administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untik mengembangkan program-program baru. Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme baru. Guru-guru yang tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, curiga, dan tidak percaya, dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati.
4.Beauchamp’s System Model
Sistem yang diformulasikan oleh G.A. Beauchamp (1957) dalam bukunya “Curriculum Theory”, mengemukakan adanya lima langkah kritis dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum, yaitu: pertama, menentukan arena pengembangan kurikulum, kedua, memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum. Ketiga, pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran. Keempat, pelaksanaan kurikulum secara sistematis, dan yang kelima, evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum.
5.Taba’s Inverted Model
Dikatakan terbalik kerena model ini merupakan cara yang lazim ditempuh secar deduktif sehingga model ini sifatnya lebih induktif. Model ini ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental.
Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara berurutan, yaitu pertama kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan kurikulum untuk dieksperimenkan, kedua uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran, ketiga merevisi hasiluji coba dan mengkonsolidasikan unit-unit kurikulum, keempat mengembangkan kerangka kerja teoritis, dan yang kelima pengasemblingan dan desiminasi hasil yang telah diperoleh. Oleh sebab itu perlu persiapan guru-guru untuk mengikuti sosialisasi melalui seminar, penataran, pelatihan, lokakarya dan sebagainya.
6.Roger’s Interpersonal Relation Model
Model ini berasal dari psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa “kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap terhadap situasi perubahan. “ kurikulum demikian hanya disusun dan terapkan oleh para pendidik yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok dalam melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Setiap kelompok terdiri atas 10-15 orang dengan seorang fasilitator atau pemimpin. Kelompok tersebut hendaknya tidak berstruktur, tetapi harus menyediakan lingkungan yang memungkinkan seseorang dapat berekspresi secara bebas dan ada pula kemungkinan berkomunikasi secara interpersonal.
7.The Systematic Action-Research Model
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan antar manusia, organisasi sekolah dan masyarakat, sera otoritas ilmu.
Langkah-langkah dalam model ini adalah, merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam, mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya, merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya, menentukan keputusan-keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan masalah tersebut, melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang telah disusun, mencari fakta secara meluas dan menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.
8.Emerging Technikal Model
Model teknologis ini terdiri atas tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.
Model analisis tingkah laku memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai kebrhasilannya, selanjutnya menidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya. Model berdasarkan komputer memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi sejumlah unit-unit kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran khususnya. Setelah itu, guru dan peserta didik diwawancarai tentang pencapaian tujuan-tujuan tersebut dan data itu disimpan dalam komputer. Data komputer tersebut dimanfaatkan dalam menyusun materi pelajaran untuk peserta didik. (Arifin, 2012)
Selanjutnya model-model pengembangan menurut (MKDP, 2011, hal. 78) bahwa pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang mempengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai, proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan, dan mengevaluasi suatu kirikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu prosesd sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
Dewasa ini telah banyak dikembangkan model-model pengembangan kurikulum. Setiap model penegmbangan kurikulum tersebut memiliki karakteristik pada pola desain, implementasi, evaluasi dan tidak lanjut dalam pembelajaran. Dalam pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi bedasarkan basis apa yang akan dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternatif yang menekankan pada kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan kompetensi suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat atau permasalahan sosial. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum perlu dilakukan dengan berlandaskan pada teori yang tepat agar kurikulum yang dihasilkan bisa efektif.
Dalam praktik pengembangan kurikulum sering terjadi cenderung hanya menekankan pada pemenuhan mata pelajaran. Artinya, isi atau materi yang harus dipelajari peserta didik hanya berpusat pada disiplin ilmu yang terstruktur, sistematis dan logis, sehingga mengabaikan pengetahuan dan kemampuan aktual yang dibutuhkan sejalan perkembangan masyarakat.
Agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembang kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulumdalam tulisan ini yaitu langkah sistematis dalam proses penyusunan suatu kurikulum. Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga harapan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka model pedel-model pengembangan yaitu modsel Ralph Tyler, Administratif, Grass Root, Demontrasi, Miller-Seller, Taba dan model Beuchamp.s
3. Proses Menyusun KTSP
Menurut (Mulyasa, 2010, hal. 172) Proses menyusun KTSP perlu diawali dengan melakukan analisis konteks terhadap hal-hal sebagai berikut.
a.Analisis potensi, kekuatan, dan kelemahan yang ada disekolah dan satuan pendidikan, baik yang berkaitan dengan peserta didik, guru, kepala sekolah dan tenaga administrasi, sarana dan prasarananya, serta pembiayaan, dan program-program yang ada disekolah.
b.Analisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar, baik yang bersumber dari komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, serta sumber daya alam dan sosial budaya.
c.Mengidentifikasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Selanjutnya melakukan School review, dan Benhcmarking. School review merupakan suatu proses untuk mengembangkan seluruh komponen sekolah agar dapat bekerja sama khususnya dengan orang tua dan tenaga profesioanal (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas lembaga, serta mutu lulusan. Benhcmarking merupakan suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu.
Benhcmarking dapat diaplikasikan dalam proses penyusunan KTSP melalui tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh Benhcmarking sebagai berikut.
Benhcmarking dapat diaplikasikan dalam proses penyusunan KTSP melalui tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh Benhcmarking sebagai berikut.
1.Seberapa baik kondisi satuan pendidikan/ sekolah kita ?
2.Harus menjadi seberapa baik satuan pendidikan/sekolah kita ini ?
3.Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut ?
Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya terdapat tujuh langkah yang harus dilaksanakan dalam proses penyusunan KTSP.
1)Menentukan fokus atau kompetensi dasar
2)Menentukan variabel atau indikator
3)Menentukan standar
4)Membandingkan standar dan kompetensi
5)Menentukan kesenjangan yang terjadi
6)Merencanakan target untuk mencapai standar
7)Merumuskan cara-cara dan program untuk mencapai target
Kegiatan analisis konteks, school review, dan Benhcmarking diatas dilakukan oleh tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah dan narasumber, dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dibawah pengawasan dinas kabupaten/kota dan provinsi yang bertanggung jawab dibidang pendidikan.
a.Pengembangan Kurikulum Tingkat Nasional
Kurikulum tingkat nasional (saya lebih senang dengan menyebut Kurikulum Yang Disempurnakan), dikembangkan dengan memperhatikan konteks pendidikan, yakni Kebangkitan Islam, Otonomi Daerah, Millenium Goals 2015 (Globalisasi), Demokratisasi, Pembangunan Berkelanjutan, Perkembangan IPTEKS, dan Ekonomi berbasis Spiritual, Moral dan Intelektual. Pada tingkat ini pengembangan kurikulum dibahas dalam lingkup nasional, meliputi jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah, baik secara vertikal maupun secara horisontal dalam rangka meralisasikan tujuan pendidikan nasional, sesuai dengan landasan spiritual, filosofis, sosiologia, dan psikologis, dengan memperhatikan standar nasional pendidikan.
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan disekolah melalui kegiatan pembelajaran secara berjenjang dan berkesinambungan. Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui kegiatan pembelajaran yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan, termasuk pendidikan keluarga (UUSPN).
Pengembangan kurikulum secara vertikal berkaitan dengan kontinuitas antara berbagai jenjang pendidikan (pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi). Sedangkan secara horisontal berkaitan dengan keselarasan antar berbagai jenis pendidikan dalam berbagai jenjang. Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesioanal.
Dalam kaitannya dengan KTSP, pengembangan kurikulum tingkat nasional dilakukan dalam rangka mengembangkan Standar Nasional Pendidikan, yang pada saat ini mencakup standar kompetensi lulusan (SKL) dan standai isi (SI) untuk setiap satuan pendidikan, terutama pada jalur pendidikan sekolah.
4. Pengembangan Kurikulum
Menurut (Mulyasa, 2010, hal. 146) pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai komponen, yang tidak hanya menuntut keterampilan teknis dari pihak pengembang terhadap pengembangan berbagai komponen kurikulum, tetapi harus pula dipahami berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat dilukiskan dalam bagan Pengembangan Kurikulum.
4. Pengembangan KTSP
Pada tingkat ini di bahas pengembangan kurikulum untuk setiap satuan pendidikan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain:
a.Menganalisis, dan mengembangkan standar kompetensi lulusan (SKL), Standar Isi (SI).
b.Merumuskan visi dan missi, serta merumuskan tujuan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
c.Berdasarkan skl,standar isi, visi dan misi, serta tujuan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan diatas selanjutbya dikembangkan bidang studi-bidang studi yang akan diberikan untuk merealisasikan tujuan tersebut.
d.Mengembangkan dan mengidentifikasi tenaga-tenaga kependidikan (guru dan non guru) sesuai dengan kulifikasi yang diperlukan, dengan berpedoman pada standar tenaga kependidikan yang ditetapkan BSNP.
e.Mengidentifikasi fasilitas pembelajaran yang diperlukan untuk memberi kemudahan belajar, sesuai dengan standar sarana dan prasarana pendidikan yang ditetapkan BSNP.
b.Pengembangan Silabus
Pada tingkat ini dilakukan pengembangan silabus untuk bidang studi pada berbagai satuan pendidikan. Kegiatan yang dilakukan antara lain.
a.Mengidentifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar serta tujuan setiap bidang studi.
b.Mengembangkan kompetensi dasar dan materi standar yang diperlukan dalam pembelajaran.
c.Mendeskripsikan kompetensi dasar serta mengelompokannya sesuai dengan ruang lingkup dan urutannya.
d.Mengembangkan indikator untuk setiap kompetensi serta kriteria pencapaiannya, dan mengelompokannya sesuai dengan ranah pengetahuan, pemahaman, kemampuan (keterampilan), nilai dan sikap.
e.Mengembangkan instrumen penilaian yang sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi.
Penyusunan silabus mengacu pada KTSP dan perangkat komponen-komponennya yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi dan standar isi yang dikembangkan oleh KTSP. Sekolah yang mempunyai kemampuan mandiri dapat mengembangkan KTSP dan silabus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya dengan mendapat pengawasan dari Dinas Pendidikan setempat dapat mengkoordinasikan sekolah-sekolah yang belum mempunyai kemampuan mandiri untuk menyusun KTSP dan silabus.
Penyusunan KTSP dan silabus dapat dilakukan dengan melibatkan para ahli atau instansi yang relevan didaerah setempat seperti masyarakat, instansi pemerintah, instansi swasta termasuk perusahaan dan industri, atau perguruan tinggi. Bantuan dan bimbingan teknis untuk pengembangan KTSP dan penyusunan silabus dapat diberikan oleh BSNP, dan Puskur Balitbang Depdiknas.
c.Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Berdasarkan standar kompetensi dan standar isi dalam silabus yang telah diidentifikasi dan diurutkan sesuai dengan tingkat pencapaiannya pada setiap bidang studi, selanjutnya dikembangkan program-program pembelajaran. Kegiatan pengembangan kurikulum pada tingkat ini adalah menyusun dan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran atau persiapan mengajar.
d.Kurikulum Aktual (Pelaksanaan Pembelajaran)
Kurikulum aktual atau pelaksanaan pembelajaran adalah interaksi antara peserta didik dengan guru dan lingkungan pembelajaran (interaction beetwen the learner and the external condition). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bagaimanapun bagusnya suatu kurikulum maka aktualisasinya sangat ditentukan oleh profesionalisme guru dalam melaksanakan kompetensi peserta didik.
5. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Arifin (2012:137) model atau kontruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Secara singkat, model-model tersebut akan dikemukakan sebagai berikut:
1.The Administrative (Line-Staf) Model
Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal adalah model administratif karena model ini menggunakan prosedur “garis-staf” atau garis komando “dari atas ke baawah” (top-down). Maksudnya, inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara struktural dilaksanakan ditingkat bawah. Dalam model ini, pejabat pendidikan membentuk panitia pengarah yang biasanya terdiri atas pengawasan pendidikan, kepala sekolah, dan guru-guru inti. Panitia pengarah ini bertugas merumuskan rencana umum, prinsif-prinsif, landasan filosofis dan tujuasn umum pendidikan.
Selanjutnya, mereka membentuk kelompok-kelompok kerja sesuai dengan keperluan. Anggota-anggota kelompok kerja umumnya terdiri atas guru-guru dan spesialis kurikulum. Tugasnya adalah merumuskan tujuan kurikulum yang spesifik, menyusun materi, kegiatan pembelajaran, sistem penilaian dan sebagainya sesuai dengan kebijakan steering commitee. Hasil pekerjaannya direvisi oleh panitia pengarah. Jika dipandang perlu (tetapi hal ini jarang terjadi) akan diadakan uji coba (try-out) untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya. Hal ini dikerjakan oleh suatu komisi yang ditunjuk oleh panitia pengarah, dan keanggotannya terdiri atas sebagian besar kepala-kepala sekolah. Apabila pekerjaan itu telah selesai, diserahkan kembali kepada panitia pengarah untuk ditelaah kembali, baru kemudian diimplementasikan.
2.The Grass-Roots Model
Inisiatif pengembangan kurikulum dalam model ini berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok, yaitu: Pertama, implementasi kurikulum akn lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua, dan anggota masyarakat. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum demikian, kerja sama dengan orang tua murid dan masyarakat sangatlah penting. Kerja sama dengan sesama guru dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari model ini.
Model Grass-Roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu:
a.Kurikulum akan bertambah baik, jikan kemampuan profesional guru bertambah baik.
b.Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara pribadi didalam merevisi kurikulum.
c.Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan, dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d.Hendaknya diantara gguru-guru terjadi kontakn langsung sehingga mererka dapat saling memahami dan mencapai suatu konsensus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan dan rencana.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorongan saja, sehingga guru-guru dapat melaksanakan tugas pengembangan kurikulum nya secara demokratis. Biasanya pada langkah-langkah tertentudiselenggarakan lokakarya untuk membahas langkah-langkah yang telah berhasil dicapai dan menyiapkan program selanjutnya. Dalam lokakarya ini, selain guru-guru ada juga kepala sekolah, orang tua murid, tokoh masyarakat, konsultan, dan sumber-sumber lainnya.
3.The Demontration Model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaannya, model ini menuntut sejumlah guru dalam suatu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaharui kurikulum.
Model demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal maupun tidak formal. Keuntungan model deminstrasi antara lain: Pertama, disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui uji coba dalam praktik yang nyata, maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja. Kedua, Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan. Ketiga, mudah untuk menghadapi hambatan, dan yang keempat, menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan narasumber sehingga para administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untik mengembangkan program-program baru. Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme baru. Guru-guru yang tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, curiga, dan tidak percaya, dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati.
4.Beauchamp’s System Model
Sistem yang diformulasikan oleh G.A. Beauchamp (1957) dalam bukunya “Curriculum Theory”, mengemukakan adanya lima langkah kritis dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum, yaitu: pertama, menentukan arena pengembangan kurikulum, kedua, memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum. Ketiga, pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran. Keempat, pelaksanaan kurikulum secara sistematis, dan yang kelima, evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum.
5.Taba’s Inverted Model
Dikatakan terbalik kerena model ini merupakan cara yang lazim ditempuh secar deduktif sehingga model ini sifatnya lebih induktif. Model ini ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental.
Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara berurutan, yaitu pertama kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan kurikulum untuk dieksperimenkan, kedua uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran, ketiga merevisi hasiluji coba dan mengkonsolidasikan unit-unit kurikulum, keempat mengembangkan kerangka kerja teoritis, dan yang kelima pengasemblingan dan desiminasi hasil yang telah diperoleh. Oleh sebab itu perlu persiapan guru-guru untuk mengikuti sosialisasi melalui seminar, penataran, pelatihan, lokakarya dan sebagainya.
6.Roger’s Interpersonal Relation Model
Model ini berasal dari psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa “kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap terhadap situasi perubahan. “ kurikulum demikian hanya disusun dan terapkan oleh para pendidik yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok dalam melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Setiap kelompok terdiri atas 10-15 orang dengan seorang fasilitator atau pemimpin. Kelompok tersebut hendaknya tidak berstruktur, tetapi harus menyediakan lingkungan yang memungkinkan seseorang dapat berekspresi secara bebas dan ada pula kemungkinan berkomunikasi secara interpersonal.
7.The Systematic Action-Research Model
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan antar manusia, organisasi sekolah dan masyarakat, sera otoritas ilmu.
Langkah-langkah dalam model ini adalah, merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam, mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya, merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya, menentukan keputusan-keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan masalah tersebut, melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang telah disusun, mencari fakta secara meluas dan menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.
8.Emerging Technikal Model
Model teknologis ini terdiri atas tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.
Model analisis tingkah laku memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai kebrhasilannya, selanjutnya menidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya. Model berdasarkan komputer memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi sejumlah unit-unit kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran khususnya. Setelah itu, guru dan peserta didik diwawancarai tentang pencapaian tujuan-tujuan tersebut dan data itu disimpan dalam komputer. Data komputer tersebut dimanfaatkan dalam menyusun materi pelajaran untuk peserta didik. (Arifin, 2012)
Selanjutnya model-model pengembangan menurut (MKDP, 2011, hal. 78) bahwa pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang mempengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai, proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan, dan mengevaluasi suatu kirikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu prosesd sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
Dewasa ini telah banyak dikembangkan model-model pengembangan kurikulum. Setiap model penegmbangan kurikulum tersebut memiliki karakteristik pada pola desain, implementasi, evaluasi dan tidak lanjut dalam pembelajaran. Dalam pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi bedasarkan basis apa yang akan dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternatif yang menekankan pada kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan kompetensi suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat atau permasalahan sosial. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum perlu dilakukan dengan berlandaskan pada teori yang tepat agar kurikulum yang dihasilkan bisa efektif.
Dalam praktik pengembangan kurikulum sering terjadi cenderung hanya menekankan pada pemenuhan mata pelajaran. Artinya, isi atau materi yang harus dipelajari peserta didik hanya berpusat pada disiplin ilmu yang terstruktur, sistematis dan logis, sehingga mengabaikan pengetahuan dan kemampuan aktual yang dibutuhkan sejalan perkembangan masyarakat.
Agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembang kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulumdalam tulisan ini yaitu langkah sistematis dalam proses penyusunan suatu kurikulum. Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga harapan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka model pedel-model pengembangan yaitu modsel Ralph Tyler, Administratif, Grass Root, Demontrasi, Miller-Seller, Taba dan model Beuchamp.
EmoticonEmoticon