SUMBER |
A. Pengertian Komponen Pembelajaran
Pembelajaran diambil dari terjemahan kata "Instructional". Seringkali orang membedakan kata pembelajaran ini dengan "pengajaran", akan tetapi tidak jarang pula orang memberikan pengertian yang sama untuk kedua kata tersebut. Menurut Arief S. Sadiman, kata pembelajaran dan kata pengajaran dapat dibedakan pengertiannya. Kalau kata pengajaran hanya ada di dalam konteks guru-murid di kelas formal, sedangkan kata pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks guru-murid di kelas formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri oleh guru secara fisik di dalam kata pembelajaran ditekankan pada kegiatan belajar siswa melalui usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar. Dengan definisi seperti ini, kata pengajaran lingkupnya lebih sempit dibanding kata pembelajaran. Di pihak lain ada yang berpandangan bahwa kata pembelajaran dan kata pengajaran pada hakekatnya sama, yaitu suatu proses interaksi antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. (Hermawan et al., 2009: 136)
Selaras dengan pendapat di atas E. Mulyasa (2004: 117) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan aktualisasi yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Jadi dapat penulis simpulkan, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik yang menuntut keaktifan seorang guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan pesera didik, supaya bisa membantu peserta didik dapat belajar dengan baik.
Sedangkan komponen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bagian dari keseluruhan, dan unsur.
Dalam bukunya, Hermawan et al. (2009: 136) menjelaskan bahwa di dalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen sebagai berikut: tujuan, bahan ajar, media, strategi, dan evaluasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen pembelajaran adalah suatu bagian yang membentuk sebuah integritas atau suatu kesatuan yang utuh. Masing-masing komponen saling mempengaruhi yaitu saling berhubungan secara aktif.
B. Fungsi Komponen-Komponen Pembelajaran
Pengajaran adalah suatu sistem artinya keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya secara keseluruhan untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Semua komponen dalam sistem pengajaran saling berhubungan dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada dasarnya, proses pengajaran dapat terselenggara secara lancar, efisien, dan efektif berkat adanya interaksi yang positifantara berbagai komponen yang terkandung di dalam sistem pengajaran tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi komponen-komponen embelajaran adalah mewujudkan tujuan pembelajaran agar efektif dan efisien.
C. Komponen-Komponen Pembelajaran
Komponen-komponen pembelajaran menurut Hermawan et al. (2009: 137) diantaranya adalah
1. Tujuan pembelajaran
Pembelajaran pada dasarnya mengacu pada tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran memiliki peran penting dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan tujuan pembelajaran digunakan sebagai konsep dan pola pembelajaran yang akan dilakukan. Menurut Hermawan (2008: 94) Tujuan pembelajaran merupakan rumusan perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar tampak pada diri peserta didik sebagai akibat dari perbuatan belajar yang telah dilakukan. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas terhadap pemilihan materi / bahan ajar, strategi, media, dan evaluasi.
Selaras dengan pendapat tersebut, dalam bukunya, Hermawan et al. (2009: 138) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini merupakan tujuan dalam upaya mencapai tujuan-tujuan lain yang lebih tinggi tingkatannya, yakni tujuan pendidikan dan tujuan pembangunan nasional. Dimulai dari tujuan pembelajaran (umum dan khusus) tujuan-tujuan itu bertingkat, berakumulasi dan bersinergi untuk menuju tujuan yang lebih tinggi tingkatannya, yakni membangun manusia (peserta didik) yang sesuai dengan yang dicita-citakan.
Secara rinci hirarki tujuan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
.
a. Tujuan pendidikan nasional
Tujuan pendidikan merupakan tujuan yang sifatnya umum dan seringkali disebbut dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan ini merupakan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dan disadari oleh falsafah negara (Inonesia didasari oleh Pancasila). Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memeiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Hermawan et al., 2009: 139)
b. Tujuan Institusional/Lembaga
Tujuan Institusional merupakan tujuanyang ingin dicapai oleh setiap sekolah atau lembaga pendidikan. Tujuan institusional ini merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan sesuai dengan jenis dan sifat sekolah atau lembaga pendidikan. Oleh karena itu, setiap sekolah atau lembaga pendidikan memiliki tujuan institusionalnya sendiri-sendiri. Tidak seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional lebih bersifat konkrit. Tujuan institusional ini dapat dilihat dalam kurikulum setiap lembaga pendidikan. (Hermawan et al., 2009: 139)
c. Tujuan Kurikuler
Dalam bukunya, Hermawan et al., (2009:139) menjelaskan bahwa tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi. Tujuan ini dapat dilihat dari GBPP (Garis-Garis Besar Program Pengajaran) setiap bidang studi. Tujuan kurikuler merupakan penjabaran dari tujuan institusional, sehingga kumulasi dari setiap tujuan kurikuler ini akan menggambarkan tujaun institusional.
d. Tujuan Instruksional/Pembelajaran
Hermawan et al., (2009: 151) menjelaskan dalam bukunya bahwa tujuan instruksional adalah tujuan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan instruksional atau pembelajaran. Tujuan ini seringkali dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1) Tujuan Instruksional/Tujuan Pembelajaran Umum
Tujuan instruksional umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum dan belum dapat menggambarkan tingkah laku yang lebih spesifik. Tujuan instruksional ini dapat dilihat dari tujuan setiap pokok bahasan suatu bidang studi yang ada di dalam GBPP.
2) Tujuan Instruksional/Tujuan Pembelajaran Khusus
Tujuan instruksional khusus merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum. Tujuan ini dirumuskan oleh guru dengan maksud agar tujuan instruksional umum tersebut dapat lebih dispesifikasikan dan mudah diukur tingkat ketercapaiannya.
2. Bahan Pembelajaran
Dalam bukunya, Hermawan et al. (2009: 141) menjelaskan bahwa bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya adalah “isi” dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/sub topik dan riciannya. Secara umum isi kurikulum itu dapat dipilah menjadi tiga unsur utama, yaitu logika (pengetahuan tentang benar salah; berdasarkan prosedur keilmuan), etika (pengetahuan tentang baik-buruk) berupa muatan nilai moral dan estetika (pengetahuan tentang indah-jelek) berupa muatan nilai seni. Sedangkan bila memilahnya berdasarkan taksonomi Bloom dkk., bahan pembelajaran itu berupa kogniitif (pengetahuan), afektif (sikap/nilai), dan psikomotor (keterampilan).
Bila dirinci lebih lanjut isi kurikulum atau bahan pembelajaran itu dapat dikategorikan menjadi 6 jenis, yaitu fakta, konsep/teori, prinsip, proses, dan nilai, serta keterampilan.
a. Fakta adalah sesuatu yang telah terjadi atau telah dialami/ dikerjakan, bisa berupa objek atau keadaan tentang suatu hal.
b. Konsep/teori adalah suatu ide atau gagasan atau suatu pengertian umum, suatu set atau sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian fakta dimana pernyataan tersebut harus memadukan, universal, dan meramalkan.
c. Prinsip merupakan suatu aturan atau kaidah untuk melakukan sesuatu, atau kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir.
d. Proses adalah serangkaian gerakan, perubahan, perkembangan atau suatu cara/prosedur untuk melakukan kegiatan secara operasional.
e. Nilai adalah suatu pola, ukuran norma, atau suatu tipe/model. Ia berkaitan dengan pengetahuan atas kebenaran yang bersifat umum.
f. Keterampilan adalah suatu kemampuan untuk berbuat sesuatu , baik dalam pengertian fisik maupun mental.
Tugas guru disini adalah memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran, guru dapat mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut: relevansi (secara psikologis dan sosiologis), kompleksitas, rasional/ilmiah, fungsional, ke-up to date-an, dan komprehensif/keseimbangan. (Sukmadinata, 2000: 105-107)
Dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan ajar pembelajaran, guru dapat melakukannya dengan dua cara, yakni resources by design, yaitu sumber-sumber belajar yang dirancang dan dikembangkan untuk kepentingan pembelajaran, dan resources by utilization yaitu sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar yang dapat digunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan pembelajaran. (Hermawan et al.,2009: 142)
3. Media Pembelajaran
Dalam bukunya, Arsyad (2011: 3) menerangkan bahwa kata media berasal dari bahasa Latin yaitu medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’.
Sedangkan dalam bahasa Arab, media disebut ‘wasail’ bentuk jama’ dari ‘wasilah’ yakni sinonim al-wasth yang artinya juga ‘tengah’. Kata ‘tengah’ itu sendiri berarti berada di antara dua sisi, maka disebut juga sebagai ‘perantara’ (wasilah) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. (Munadi, 2010: 6).
Adapun istilah “media” sering dikaitkan dengan kata “teknologi” yang berasal dari kata latin tekne (bahasa Inggris art) dan logos (bahasa Indonesia “ilmu”). (Arsyad, 2011: 5).
National Ecucation Association memberikan definisi bahwa media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya, dengan demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca. (Arsyad, 2011: 5)
Lain halnya dengan Gerlach & Ely sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2011: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Adapun pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun secara meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai suatu tujuan pembelajaran. (Hamalik, 2008: 57).
Selaras dengan pendapat di atas, Hermawan et al. (2009: 172) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dirancang oleh guru agar siswa melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektifuntuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan.
Definisi ini sejalan dengan definisi yang disampaikan oleh Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Educiaton and Communication Technology/AECT) di Amerika, yakni segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. (Munadi, 2010: 7-8).
Jenis Media Pembelajaran bermacam-macam, Hermawan et al. (2009: 150) menerangkan di dalam bukunya jenis media pembelajaran, diantaranya yaitu:
a. Media Visual
Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan. Jenis media inilah yang sering digunakan oleh para guru untuk membantu menyampaikan isi atau materi pelajaran. Media visual ini terdiri atas media yang tidak dapat diproyeksikan (non projected visual) dan media yang dapat diproyeksikan (projected visual) media yang dapat diproyeksikan ini dapat berupa gambar diam (still picture) atau gambar yang bergerak (motion picturse). (Hermawan et al., 2009: 150)
b. Media Audio
Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan para siswa untuk mempelajari bahan ajar. Program kaset suara dan program radio adalah salah satu bentuk dari media audio. Penggunaan media audio dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya untuk melatih keterampilan yang berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan. Dalam media audio ini terdapat beberapa kelemahan yang harus diatasi dengan cara memanfaatkan media lainnya.(Hermawan et al., 2009: 151)
c. Media Audio-Visual
Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi audio dan visual, atau biasa disebut media pandang-dengar. Dengan menggunakan media ini, penyajian bahan ajar kepada para siswa akan semakin lengkap dan optimal. Selain itu, dengan media ini, dalam batas-batas tertentu dapat menggantikan peran dan tugas guru. Dalam hal ini, guru tidak selalu berperan sebagai penyaji materi (teacher), tetapi karena penyajian materi bisa diganti oleh media, maka peran guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar. Contoh dari media audio-visual di antaranya program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, dan program slide suara (sound slide).(Hermawan et al., 2009: 151)
d. Kelompok media penyaji
Dalam bukunya Hermawan et al., (2009: 151) menjelaskan selain cara pengelompokkan di atas, Donald T. Tosti dan John R. Ball menyusun pengelompokkan media menjadi tujuh kelompok media penyaji, yaitu :
1) Kelompok kesatu: Grafis, bahan cetak, dan gambar diam.
2) Kelompok kedua: Media proyeksi diam.
3) Kelompok ketiga: Audio.
4) Kelompok keempat: Media audio visual.
5) Kelompok kelima: Media gambar hidup/film.
6) Kelompok keenam : Media televisi.
7) kelompok ketujuh : Multimedia.
e. Media objek dan media interaktif
Selain ketujuh kelompok media di atas masih ada media lain yang tidak termasuk media penyaji yaitu media objek dan media interaktif.
1) Media objek
Dalam bukunya Hermawan et al., (2009: 152) menjelaskan bahwa media objek merupakan media tiga dimensi yang menyampaikan informasi tidak dalam bentuk penyajian, melainkan dengan cirri fisiknya sendiri, seperti ukuran bentuk, berat, susunan, warna, fungsi, dan sebagainya. Media ini dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu media objek sebenarnya dan media objek pengganti. Media objek sebenarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu media objek alami dan mendia objek buatan. Media objek alami dibagi menjadi dua kelompok yaitu yaitu objek alami yang hidup dan objek alami yang tidak hidup sebagai contoh media objek alami yang hidup adalah ikan, ayam, singa, harimau dan lain-lain sedangkan contoh objek alami yang tidak hidup adalah batu, kayu, besi dan msih banyak lagi.
Media objek kelompok kedua terdiri atas benda-benda tiruan yang dibuat untuk mengganti benda-benda yang sebenarnya. Objek-objek pengganti dikenal dengan kata replica, model, dan benda tiruan. Replica dapat didefinisikan sebagai reproduksi statis dari suatu objek dengan ukuran yang kelihatanya sama dengan benda yang sebenarnya. Model merupakan sebuah reproduksi yang kelihatannya sama, tetapi ukurannya diperkecil atau diperbesar dalam skala tertentu. Benda tiruan dibagi menjadi dua macam yaitupertama merupakan bangunan yang dibuat kurang lebih menyerupai suatu benda yang besar, misalnya bagiaan dari sebuah kapal terbang (sayap). Bentuk benda tiruan yang kedua ialah bentuk yang menggunakan mekanisasi kerja suatu benda, misalnya ssistem pembakaran mobil.
2) Media Interaktif
Karakteristik terpenting kelompok media ini adalah bahwa siswa tidak hanya memerhatikan media atau objek saja, melainkan juga dituntut untuk berinteraksi selama mengikuti pembelajaran. Sedikitpun ada tiga macam interaksi. Interaksi yang pertama ialah yang menunjukkan siswa berinteraksi dengan sebuah program, misalnya siswa diminta mengisi blanko pada bahan belajar terprogram. Bentuk interaksi yang kedua ialah siswa berinteraksi dengan mesin, misalnya mesin pembelajaran, simulator, laboratorium bahasa, komputer atau kombinasi di antaranya yang berbentuk video interaktif.
Bentuk ketiga interaksi ialah mengatur interaksi antara siswa secara teratur tapi tidak terprogram; misalnya dapat dilihat pada berbagai permainan pendidikan atau simulasi yang melibatkan siswa dalam kegiatan atau masalah, yang mengharuskan mereka untuk membalas seranagn lawan atau bekerja sama dengan teman seregu dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini siswa harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang timbul karena tidak ada batasan yang kaku mengenai jawaban yang benar. Jadi permainan pendidikan dan simulasi yang berorientasikan pada masalah memiliki potensi untuk memberikan pengalaman belajar yang merangsang minat dan realistis. Oleh karena itu, guru menganggapnya sebagai sumber terbaik dalam urusan media komunikasi. (Hermawan et al., 2009: 152)
4. Strategi Pembelajaran
Dalam bukunya Hermawan et al., (2009: 142) menjelaskan bahwa Strategi pembelajaran merupakan salah satu komponen di dalam sistem pembelajaran, yang tidak dipisahkan dari komponen lain di dalam sistem tersebut. Dengan kata lain, strategi pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor (variabel) yang mempengaruhi strategi pembelajaran ialah tujuan, materi, fasilitas, waktu, dan guru.
Sama halnya dengan menurut Syaiful Sagala (2010: 56) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah sebagai pola umum pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu didesain menjadi kegiatan pendidik dan pengalaman belajar peserta didik dalam bentuk kegiatan belajar dan mengajar dengan mengintergrasikan urutan kegiatan, cara mengorganisasikan materi pelajaran, penggunaan secara tepat peralatan dan bahan serta waktu yang digunakakn dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan kompetensi yang telah ditetapkan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Adapun beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam strategi pembelajaran, menurut Hermawan et al., (2009: 143-146) yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Tujuan
Tujuan merupakan faktor yang paling pokok, sebab semua faktor yang ada di dalam situasi pembelajaran, termasuk strategi pembelajaran, diarahkan dan diupayakan semata-mata untuk mencapai tujuan. Tujuan pengajaran menggambarkan tingkah laku yang harus dimiliki siswa setelah proses belajar mengajar selesai dilaksanakan. Tingkah laku yang harus dimiliki siswa dapat dikelompokkan ke dalam keolompok pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sebagai contoh:
1) Tujuan untuk aspek pengetahuan: Siswa dapat menjelaskan konsep kebersihan.
2) Tujuan untuk aspek keterampilan: Siswa dapat membersihkan ruangan kelas.
3) Tujuan untuk aspek sikap: Siswa menghargai kebersihan.
b. Faktor Materi
Dilihat dari hakekatnya, ilmu atau materi pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik ilmu atau materi pelajaran membawa implikasi terhadap penggunaan cara dan teknik di dalam proses belajar mengajar.secara teoritis di dalam ilmu atau mata pelajaran terdapat beberapa sifat materi yaitu: fakta, konsep, prinsip, masalah, prosedur (keterampilan), dan sikap (nilai).
c. Faktor Siswa
Siswa sebagai pihak yang berkepentingan di dalam proses belajar mengajar, sebab tujuan yang harus dicapai semata-mata untuk mengubah perilaku siswa itu sendiri. Sehubungan dengan itu beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ialah jumlah yang terlibat di dalam proses belajar mengajar. Metode dan teknik yang digunakan di dalam proses belajar mengajar, antara lain bergantung kepada siswa.
d. Faktor Waktu
Faktor waktu dapat dibagi dua, yaitu yang menyangkut jumlah waktu dan kondisi waktu. Hal yang menyangkut jumlah waktu ialah beberapa puluh menit atau berapa jam pelajaran waktu yang tersedia untuk proses belajar mengajar.
e. Faktor Guru
Faktor guru ialah faktor penentu, pertimbangan semua faktor di atas akan sangat bergantung kepada kreativitas guru. Dedikasi dan kemampuan gurulah yang pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan proses pembelajaran.
Sedangkan menurut Syaiful Sagala (2010: 56-62) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran pada kesempatan ini fokus pembahasan adalah pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
a. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
Jika guru dalam pembelajaran menggunakan pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) berarti guru menggunakan strategi pembelajaran terpada menggunakan strategi, metode, pendekatan dan teknik pengajaran baik prosedur maupun tujuan pembelajaran. PAKEM dikembangkan atas pembelajaran dimana.
1) Peserta didik menjadi aktif dan kreatif.
2) Guru sebagai fasilisator dan inspirator.
3) Penerangan azas fleksibilitas.
4) Persiapan guru matang dan rinci.
5) Multi interaksi.
6) Latihan dan tugas lebih intensif.
7) Sumber pembelajaran bermacam-macam
8) Sudah memanfaatkan alat bantu.
Cara yang dilakukan pendidik dalam menerapkan PAKEM maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
1) Guru bertindak sebagai fasilisator, pembimbing, konslutan dan kawan belajar.
2) Belajar diarahkan oleh peserta didik dan belajar secara terbuka, ketat dengan waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan.
3) Berdasarkan proyek masalah
4) Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survey.
5) Perancangan, penyelidikan, penemuan dan refleksi prinsip dan survey.
6) Colaboratif dan berfokus pada masyarakat.
7) Keanekaregaman yang kreatif.
8) Menggunakan komputer dan interaksi multi media pembelajaran yang dinamis sebagai peralatan semua jenis belajar.
9) Komunikasi tidak terbatas keseluruh dunia.
10) Memanfaatkan pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri untuk menilai unjuk kerja.
b. Hakikat Strategi PAKEM
Hasil-hasil penelitian bahwa selama ini pembelajaran yang berlangsung pada sebagian sekolah cenderung menunjukan
1) Guru lebih banyak ceramah
2) Media belum dimanfaatkan.
3) Pengelolaan pembelajaran cenderung klasikal dan kegiatan belaar kurang bervariasi.
4) Tuntutan guru terhadap hasil belajar dan produktivitas rendah.
5) Tidak ada pajangan hasil karya peserta didik.
6) Guru dan buku sebagai sumber belajar.
7) Semua peserta didik dianggap sama.
8) Penilaian hanya berupa test dan penilaian cenderung subjektif.
9) Latihan dan tugas-tugas kurang menantang
10) Interaksi pembelajaran searah.
Keadaan yang demikian ini tentu saja tidak membantu meningkatkan kualitas pendidikan, oleh karena itu perlu ada upaya yang sungguh-sungguh paling tidak yang diperankan oleh pengawas sekolah dan kepala sekola untuk membantu para guru binaanya. Bantuan yang diberikan adalah cara yang tepat menggunakan pembelajaran penuh makna sesuai kebutuhan dan minat peserta didik, yaitu dengan melalui pendekatan PAKEM.
Karakteristik PAKEM tampak pada kemampuan pendidik memahami sifat peserta didik, mengenal peserta didik secara perorangan mempunyai keunikan dan potensi dirinya sendiri. Pendidik memahami paham betul bahasa peserta didik yang berasal dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Dilain pihak pengawas sekolah dan kepala sekolah mampu menemukan dengan tepat masalah yang dihadapai pendidik.
c. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran menggunakan pendekatan PAKEM dilihat dari segi prosesnya, sedangkan pembelajaran bermakna dilihat dari segi materi dan pembelajaran konteksual dengan cara memberi pengalaman-pengalaman baru yang merangsang otak membuat hubungan-hubungan baru, sehingga menemukan makna baru. Contextual teaching and learning adalah sebuah sistem yang menyeluruh terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka menurut Johnson akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah.
Strategi penerapan cooperative learning dengan pendekatan Contextual teaching and learning dilakukan dengan cara membentuk berkelompok akan memudahkan peserta didik untuk berinteraksi atau bertukar pikiran sehingga pendidik dapat
1) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif sehingga peserta didik agar mampu memecahkan masalah belajarnya.
2) Menciptakan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik dan menyenangkan.
3) Memanfaatkan lingkungan sekolah dan tempat tinggal (fisik, sosial, budaya) sebagai sumber belajar serta objek belajar peserta didik
4) Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan.
Umpan balik yang dilakukan pendidik lebih mengungkapkan kekuatan/kelebihan dari kelemahan serta santun sifatnya sehingga meningkatkan antusiasme yang lebih tinggi dan tidak menurunkan motivasi.
5. Evaluasi Pembelajaran
Menurut (E. Mulyasa, 2004: 169) Evaluasi hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk, yaitu:
a. Peserta akan mempunyai presfektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan.
b. Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dan tingkah laku yang diinginkan.
Menurut Hermawan et al., (2009: 153-154) evaluasi lebih bersifat komprehensif yang di dalamnya meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu bentuk dari pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat berupa angka-angka yang mengenai kemajuan belajar siswa, sedangkan evaluasi bersifat kualitatif.
Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektifitas proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator kefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang telah terjadi peserta didik. Perubahan tingkah laku yang terjadi itu di bandingkan dengan perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program pembelajaran (Hermawan et al., 2009: 158)
Dalam kaitan dengan evaluasi pembelajaran, menurut Moekijat dalam buku E. Mulyasa (2004: 170) mengemukakan teknik evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut.
a. Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan dan daftar isian pertanyaan.
b. Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan dan analisis tugas, serta evaluasi oleh peserta didik sendiri.
c. Evaluasi belajar sikap dari diri sendiri, dapat dilakukan dengan daftar isian sikap dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS).
Adapun teknik evaluasi pembelajaran menurut E. Mulyasa (2004: 170-175) yaitu sebagai berikut.
a. Hal-hal yang harus diperhatikan
Evaluasi atau penilaian pembelajaran biasanya dilaksanakan dengan cara menyelenggarakan ulangan harian dan ulangan umum. Guru bukan harus mengetahui kompetensi peserta didik setelah pembelajaran dan pembetukkan kompetensi, tetapi harus mengetahui bagaimana perubahan dan kemajuan perilaku peserta didik setelah proses pembelajaran. Itulah yang disebut evaluasi hasil belajar peserta didik yang selanjutnya diberi istilah evaluasi atau penilaian. Karena nilai itu hanya memperhatikan ujian tertulis yang nota bene lebih mengamati “kemajuan” ranah kognitif daripada ranah-ranah lainnya. Ranah afektif dan ranah keterampilan atau psikomotorik pun tentu saja harus diamati kemajuannya, karena kedua ranah tersebut tidak mungkin dapat diketahui hanya dengan tes tulis pada ulangan, akan tetapi harus dengan tes perbuatan atau bahkan dalam bentuk nontes, umpamanya dengan mengadakan observasi, dan angket.
Dalam melakukan evaluasi pembelajaran, sangat dianjurkan agar guru lebih mengutamakan tes perbuatan daripada tes tertulis dengan cara melakukan bagaimana cara mereka bersosialisasi dengan masyarakat dan bagaimana mereka menerapkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Evaluasi dapat selenggarakanlah pada ulangan harian atau bahkan pada kegiatan pembelajaran sendiri. Guru memberi tugas kepada seorang peserta didik dan memberi penilaian, atau secara klasikal, namun tetap memperhatikan sekaligus memberi nilai perorangan.
Evaluasi pembelajaran mencakup pre tes, evaluasi proses, dan post tes. Ketiga hal tersebut dijelaskan berikut ini.
1) Pre Tes (tes awal)
Adapun fungsi pre tes ini antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka jawab/kerjakan.
b) Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dilakukan dengan membandingkan hasil pre tes dengan pos tes.
c) Untuk mengetahui kemampuan awala yang telah dimiliki peserta didik mengenai bahan ajaran yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
d) Untuk mengetahui darimaana seharusnya pembelajaran dimulai, tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekana dan perhatian khusus.
2) Evaluasi Proses
Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tindaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukan kegairanhan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%).
3) Post Test
Adapun fungsi post tes antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan antara hasil pre tes dan post tes.
b) Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya.
c) Untuk mengetahui peserta didik-peserta didik yang mengikuti kegiatan remedial, dan peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam mengerjakan modul (kesulitan belajar).
d) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap komponen-komponen modul, dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
EmoticonEmoticon