SUMBER |
A. Paradigma Belajar dan Pembelajaran
Menurut (Sagala, 2010) belajar adalah suatu upaya penguasaan kognitif, afektif, dan psikomotorik melalui proses interaksi antar individu dan lingkungan yang terjadi sebagai hasil atau akibat dari pengalaman dan mendahului prilaku. Sedangkan menurut Olson, belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan potensi perilaku yang berasal dari pengalaman. Senada dengan pendapat yang diatas Heidegger mengatakan bahwa belajar berarti membuat segala sesuatu yang kita jawab menjadi hakikat-hakikat yang selalu menunjukan dirinya sendiri pada kita setiap saat.
(Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2011) mengemukakan pendapat bahwa Belajar merupakan aktifitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, maka dengan begitu seseorang yang tadinya tidak mampu untuk melakukan sesuatu, menjadi mampu untuk dapat melakukan sesuatu. Sehingga hal ini dapat diartikan bahwa keadaan seseorang yang tadinya belum memahami akan sesuatu yang hendak dipelajarinya maka dengan adanya proses belajar seseorang tersebut akan dapat memahami apa yang sudah dipelajarinya.
Sejalan dengan pendapat diatas, (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2011), Gagne mengemukakan bahwa terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu,
1. Proses
Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berfikir dan merasakan. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Aktifitas pikiran itu hanya dapat dirasakan oleh dirinya sendiri, dan hanya dapat diwujudkan dalam bentuk respon/aktifitas siswa ketika mengikuti proses pembelajaran
2. Perubahan Perilaku
Hasil belajar akan tampak pada perubahan perilaku individu yang belajar. Seseorang yang belajar akan mengalami peribahan perilaku sebagai akibat kegiatan belajarnya. Pengetahuan dan keterampilannya bertamabah dan penguasaan nilai-nilai dan sikapnya bertambah pula. Dan perubahan perilaku sebagai hasil belajar pun diklasifikasikan menjadi tiga domain, yakni Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik.
3. Pengalaman
Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik ialah lingkungan disekitar individu bak di alam sekitar maupun dalam bentuk hasil ciptaan manusia.
Dari definisi diatas dapat di uraikan bahwa belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang untuk memperoleh penguasaan penguasaan kognitif, afektif, dan psikomotorik melalui proses interaksi antara individu dan lingkungan digunakan dengan mendeskripsikan perubahan potensi prilaku yang berasal dari pengalaman, sehingga menyebabkan munculnya perubahan prilaku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun, psikomotorik. Wujudnya dilakukan dalam bentuk kegiatan individu memperoleh pengetahuan, prilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar yang membuat segala sesuatu menjadi hakikat-hakikat yang selalu menunjukan dirinya sendiri setiap saat. Proses belajar dilakukan dalam bentuk pengalaman belajar menunjukan aktifitas yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan objek belajar sebagai penjabaran dari silabus, mengatur dan menentukan strategi-strategi dalam rencana pembelajaran dengan cara melatih peserta didik menguasai ilmu pengetahuan dan menguasai keterampilan yang sesuai dengan materi yang dipelajari dan sesuai pula bagi peserta didik untuk mencapai kompetensi. Sebagaimana di ungkapkan sebelumnya, bahwa bentuk pengalaman belajar antara lain mendemonstrasikan, mempraktikan, mensimulasikan, mengadakan eksperimen, mengadakan analisis, mengaplikasikan, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah, dan lain sebagainya.
Sedangkan pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maufun faktor eksternal yang datang dari lingkungan (Mulyasana, 2011) .
(Sanjaya, 2010) mengemukakan pendapat bahwa kata ”pembelajaran” adalah terjemahan dari ”instrcuction”, yang banyak dipakai dalam duna pendidikan di Amerika Serikat, yang banyak dipengaruhi oleh aliran Psikologi kognitif-wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.
Sejalan dengan pendapat diatas (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2011), mengemukakan bahwa Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran, Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Kegiatan pembelajaran bukan lagi sekedar kegiatan mengajar (pengajaran) yang hanya sebatas penyampaian materi dan mengikuti prosedur saja, akan tetapi kegiatan pembelajaran lebih kompleks lagi dan dilaksanakan dengan pola-pola yang bervariasi.
(Sanjaya, 2010) Dengan demikian, kalau dalam istilah ”mengajar” atau ”teaching” menempatkan guru sebagai ”pemeran utama” dalam memberikan informasi, maka dalam ”pembelajaran” atau ”instruction” guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator.
Berikut ini beberapa karakteristik dari konsep pembelajaran :
1. Mengajar berpusat pada siswa
Siswa tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimilikinya. Oleh sebab itu materi yang dipelajari dan cara mempelajarinya tidak semata-mata keinginan guru akan tetapi memperlihatkan setiap perbedaan siswa.
2. Siswa sebagai subjek Belajar
Siswa tidak dianggap sebagai organisme pasif yang hanya menerima informasi, akan tetapi dipandang sebagai organisme yang aktif, dan memiliki potensi untuk berkembang. Mereka adalah individu yang memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda.
3. Proses pembelajaran berlangsung dimana saja
Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar bagi siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran.
4. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran akan tetapi hanya sebagai tujuan antara untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas. Maka metoda dan strategi yang dugunakan guru tidak hanya sekedar metode ceramah akan tetapi menggunakan berbagai metode.
B. Prinsip-prinsip Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan proses berfikir, dalam pembelajaran berfikir seharusnya tidak menekankan materi pembelajaran hanya di sekolah saja, akan tetapi yang diutamakan adalah bagaimana siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri. Oleh sebab itu ada beberapa prinsip belajaran dan pembelajaran, sebagaimana yang di sebutkan oleh (Muhaimin, 2002) ada enam prinsip belajar dan mengajar diantaranya yaitu:
1. Prinsip kesiapan
Proses belajar sangat dipengaruhi oleh kesiapan individu sebagai subjek yang melakukan kegiatan belajar. Kesiapan belajar adalah kondisi fisik-psikis (jasmani-mental) individu yang memungkinkan subjek dapat melakukan belajar. Kesiapan belajar ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, psikis, intelegensi, latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi, dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.
2. Prinsip motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Ada tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat di amati dari observasi tinngkah lakunya. Apabila perserta didik mempunyai motivasi, ia akan: (1) bersungguh-sungguh, menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar; (2) berusaha keras dalam memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut; dan (3) terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan. Motivasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) motivasi intrinsik, yakni motivasi yang datang dari diri peserta didik; dan (2) motivasi ekstinsik, yakni motivasi yang datang dari luar diri peserta didik.
3. Prinsip perhatian
Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhya. Kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang disajikan dan dipelajari, peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk proses yang lebih lanjut diantara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk: mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan; dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak relevan.
4. Prinsip persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Semua proses belajar selalu dimulai dengan persepsi, yaitu setelah peserta didik menerima stimulus atau suatu pola stimuli dari lingkungan. Persepsi dianggap sebagai kegiatan awal struktur kognitif seseorang. Persepsi bersifat relatif, seleksi,dan teratur. Karena itu, sejak dini kepada peserta didik perlu ditanamkan rasa memiliki persepsi yang baik dan akurat mengenai apa yang dipelajari.
5. Prinsip retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatau. Dengan retensi membuat apa yang dipelajari dapat bertahan atau tertinggal lebih lama dalam struktur kognitif dan dapat diingat kembali jika diperlukan.
6. Prinsip transfer
Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang dipelajari dapat mempengaruhi prosses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Dengan demikian, transfer berarti pengaitan pengetahuan yang sudah dipelajari dengan pengetahuan yang akan dipelajari. Pengetahuan atau keterampilan yang diajarkan di sekolah selalu diasumsikan atau diharapkan dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang dialami dalam kehidupan yang akan dihadapi kelak. Transfer belajar atau latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari suatu situasi ke dalam situasi yang lain.
(Sanjaya, 2010) Sementara Bruce Weil mengemukakan tiga prinsip dalam proses pembelajaran, yakni :
1. Proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa.
2. Berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari
3. Dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial
Sejalan dengan pendapat yang diatas ada beberapa prinsip-prinsip belajar yang diintisarikan oleh Rothwal (1961) yang dikutip oleh Tim Diklat Guru sebagai berikut:
1. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Proses belajar dipengaruhi kesiapan murid, yang dimaksud dengan kesiapan atau readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Berkenaan dengan hal itu terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar untuk suatu tugas khusus. Seseorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk kesiapan ini ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.
Berdasarkan dengan prinsip kesiapan ini dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
a. Seorang individu akan dapat belajar dengan sebaik-baiknya bila tugas-tugas yang diberikan kepadanya erat hubungannya dengan kemampuan, minat dan latar belakangnya.
b. Kesiapan untuk belajar harus dikaji bahkan diduga. Hal ini mengandung arti bila seseorang guru ingin mendapat gambaran kesiapan muridnya untuk mempelajari sesuatu, ia harus melakukan pengetesan kesiapan.
c. Jika seseorang individu kurang memiliki kesiapan untuk sesuatu tugas, kemudian tugas itu seyogianya ditunda sampai dapat dikembangkannya kesiapan itu atau guru sengaja menata tugas itu sesuai dengan kesiapan siswa.
d. Kesiapan untuk belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan, misalnya dua orang siswa yang memiliki kecerdasan yang sama mungkin amat berbeda dalam pola kemampuan mentalnya.
e. Bahan-bahan, kegiatan dan tugas seyogianya divariasikan sesuai dengan faktor kesiapan kognitif, afektif dan psikomotor dari berbagai individu.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)
Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan. Secara alami anak-anak selalu ingin tahu dan melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu ini seyogianya didorong dan bukan dihambat dengan memberikan aturan yang sama untuk semua anak.
Berkenaan dengan motivasi ini ada beberapa prinsip yang seyogianya kita perhatikan.
a. Individu bukan hanya didorong oleh kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan biologi, soaial dan emosional. Tetapi disamping itu ia dapat diberi dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang dimiliki saat ini.
b. Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha. Pengalaman tentang kegagalan yang tidak merusak citra diri siswa dapat memperkuat kemampuan memelihara kesungguhannya dalam belajar.
c. Dorongan yang mengatur perilaku tidak selalu jelas bagi para siswa. Contohnya seorang murid yang mengharapkan bantuan dari gurunya bisa berubah lebih dari itu, karena kebutuhan emosi terpenuhi daripada karena keinginan untuk mencapai seauatu.
d. Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian seperti rasa rendah diri, atau keyakinan diri. Seorang anak yang temasuk pandai atau kurang juga bisa menghadapi masalah.
e. Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar. Kegagalan dapat meningkatkan atau menurunkan motivasi tergantung pada berbagai faktor. Tidak bisa setiap siswa diberi dorongan yang sama untuk melakukan sesuatu.
f. Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
g. Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terhadap motivasi dan perilaku.
h. Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena ingin belajar.
i. Kompetisi dan insentif bisa efektif dalam memberi motivasi, tapi bila kesempatan untuk menang begitu kecil kompetisi dapat mengurangi motivasi dalam mencapai tujuan.
j. Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan.
k. Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi.
3. Prinsip Persepsi
“Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia memahami situasi”. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat memahami murid-muridnya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu.
Berkenaan dengan persepsi ini ada beberapa hal-hal penting yang harus kita perhatikan:
a. Setiap pelajar melihat dunia berbeda satu dari yang lainnya karena setiap pelajar memiliki lingkungan yang berbeda. Semua siswa tidak dapat melihat lingkungan yang sama dengan cara yang sama.
b. Seseorang menafsirkan lingkungan sesuai dengan tujuan, sikap, alasan, pengalaman, kesehatan, perasaan dan kemampuannya.
c. Cara bagaimana seseorang melihat dirinya berpengaruh terhadap perilakunya. Dalam sesuatu situais seorang pelajar cenderung bertindak sesuai dengan cara ia melihat dirinya sendiri.
d. Para pelajar dapat dibantu dengan cara memberi kesempatan menilai dirinya sendiri. Guru dapat menjadi contoh hidup. Perilaku yang baik bergantung pada persepsi yang cermat dan nyata mengenai suatu situasi. Guru dan pihak lain dapat membantu pelajar menilai persepsinya.
e. Persepsi dapat berlanjut dengan memberi para pelajar pandangan bagaimana hal itu dapat dilihat.
f. Kecermatan persepsi harus sering dicek. Diskusi kelompok dapat dijadikan sarana untuk mengklasifikasi persepsi mereka.
g. Tingkat perkembangan dan pertumbuhan para pelajar akan mempengaruhi pandangannya terhadap dirinya.
4. Prinsip Tujuan
“ Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat proses belajar terjadi”. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh seseorang dan mengenai tujuan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tujuan seyogianya mewadahi kemampuan yang harus dicapai.
b. Dalam menetapkan tujuan seyogianya mempertimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat.
c. Pelajar akan dapat menerima tujuan yang dirasakan akan dapat memenuhi kebutuhannya.
d. Tujuan guru dan murid seyogianya sesuai aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah biasanya akan mempengaruhi perilaku.
e. Tingkat keterlibatan pelajar secara aktif mempengaruhi tujuan yang dicanangkannya dan yang dapat ia capai.
f. Perasaan pelajar mengenai manfaat dan kemampuannya dapat mempengaruhi perilaku. Jika ia gagal mencapai tujuan ia akan merasa rendah diri atau prestasinya menurun.
g. Tujuan harus ditetapkan dalam rangka memenuhi tujuan yang nampak untuk para pelajar. Karena guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas dan dapat diterima para pelajar.
5. Prinsip Perbedaan Individual
“Proses belajar bercorak ragam bagi setiap orang” Proses pengajaran seyogianya memperhatikan perbedaan indiviadual dalam kelas sehingga dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggi-tingginya. Pengajaran yang hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal memenuhi kebutuhan seluruh siswa. Karena itu seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan menyesuaikan materi pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.
Berkenaan dengan perbedaan individual ada beberapa hal yang perlu diingat:
a. Para pelajar harus dapat dibantu dalam memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan selanjutnya mendapat perlakuan dan pelayanan kegiatan, tugas belajar dan pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda.
b. Para pelajar perlu mengenal potensinya dan seyogianya dibantu untuk merenncanakan dan melaksanakan kegiatannya sendiri.
c. Para pelajar membutuhkan variasi tugas, bahan dan metode yang sesuai dengan tujuan , minat dan latarbelakangnya.
d. Pelajar cenderung memilih pengalaman belajar yang sesuai dengan pengalamannya masa lampau yang ia rasakan bermakna untuknya. Setiap pelajar biasanya memberi respon yang berbeda-beda karena memang setiap orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai pengalamannya.
e. Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar lebih diperkuat bila individu tidak merasa terancam lingkungannya, sehingga ia merasa merdeka untuk turut ambil bagian secara aktif dalam kegiatan belajar. Manakala para pelajar memiliki kemerdekaan untuk berpikir dan berbuat sebagai individu, upaya untuk memecahkan masalah motivasi dan kreativitas akan lebih meningkat.
f. Pelajar yang didorong untuk mengembangkan kekuatannya akan mau belajar lebih giat dan sungguh-sungguh. Tetapi sebaliknya bila kelemahannya yang lebih ditekankan maka ia akan menunjukkan ketidakpuasannya terhadap belajar.
6. Prinsip Transfer dan Retensi
“Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam situasi baru”.
Apa pun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam situasi yang lain. Prosesa tersebut dikenal dengan proses transfer, kemampuan seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan yang dipelajari dan diserap dapat digunakan oleh para pelajar dalam situasi baru.
Berkenaan dengan proses transfer dan retensi ada beberapa prinsip yang harus kita ingat.
a. Tujuan belajar dan daya ingat dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif untuk mengingat atau menugaskan sesuatu latuhan untuk dipelajari dapat meningkatkan retensi.
b. Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.
c. Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikis dimana proses belajar itu terjadi. Karena itu latihan seyogianya dilakukan dalam suasana yang nyata.
d. Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang baik. Suasana belajar yang dibagi ke dalam unit-unit kecil waktu dapat menghasilkan proses belajar dengan retensi yang lebih baik daripada proses belajar yang berkepanjangan. Waktu belajar dapat ditentukan oleh struktur-struktur logis dari materi dan kebutuhan para pelajar.
e. Penelaahan bahan-bahan yang faktual, keterampilan dan konsep dapat meningkatkan retensi dan nilai transfer.
f. Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
g. Sikap pribadi, perasaan atau suasana emosi para pelajar dapat menghasilkan proses pelupaan hal-hal tertentu. Karena itu bahan-bahan yang tidak disepakati tidak akan dapat diserap sebaik bahan-bahan yang menyenangkan.
h. Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu. Kemungkinan lupa terhadap bahan yang lama dapat terjadi bila bahan baru yang sama yang dituntut.
i. Pengetahuan tentang konsep, prinsip dan generalisasi dapat diserap dengan baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubung-hubungkan penerapan prinsip yang dipelajari dan dengan memberikan illustrasi unsur-unsur yang serupa.
j. Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam situasi yang agak sama dibuat.
k. Tahap akhir proses seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan transfer.
7. Prinsip Belajar Kognitif
“Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan atau penemuan”.
Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan memecahkan masalah yang selanjutnya membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi merupakan aktivitas mental yang berkaitan dengan proses belajar kognitif. Proses belajar itu dapat terjadi pada berbagai tingkat kesukaran dan menuntut berbagai aktivitas mental.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam belajar kognitif.
a. Perhatian harus dipusatkan kepada aspek-aspek lingkungan yang relevan sebelum proses-proses belajar kognitif terjadi. Dalam hubungan ini pelajar perlu mengarahkan perhatian yang penuh agar proses belajar kognitif benar-benar terjadi.
b. Hasil belajar kognitif akan bercariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedaan individual yang ada.
c. Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata, kemampuan membaca, kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar kognitif.
d. Pengalaman belajar harus diorganisasikan ke dalam satuan-satauan atau unit-unit yang sesuai.
e. Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dari konsep amatlah penting . Perilaku mencari, penerapan, pendefinisian resmi dan penilaian sangat diperlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna.
f. Dalam pemecahan masalah para pelajar harus dibantu untuk mendefinisikan dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan berpikir menyebar (divergent thinking).
g. Perhatian terhadap proses mental yang lebih daripada terhadap hasil kognitif dan afektif akan lebih memungkinkan terjadimya proses pemecahan masalah, analisis, sintesis dan penalaran.
8. Prinsip Belajar Afektif
“ Proses belajar afektif seseorang menentukn bagaimana ia menghubungkan dirinya dengan pengalaman baru”.
Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan sikap. Dalam banyak hal pelajar mungkin tidak menyadari belajar afektif. Sesungguhnya proses belajar afektif meliputi dasar yang asli untuk dan merupakan bentuk dari sikap, emosi dorongan, minat dan sikap individu.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses belajar afektif.
a. Hampir semua aspek kehidupan mengandung aspek afektif.
b. Hal bagaimana para pelajar menyesuaikan diri dan memberi reaksi terhadap situasi akan memberi dampak dan pengaruh terhadap proses belajar afektif.
c. Suatu waktu, nilai-nilai yang penting yang diperoleh pada masa kanak-kanak akan melekat sepanjang hayat. Nilai, sikap dan perasaan yang tidak berubah akan tetap melekat pada keseluruhan proses perkembangan.
d. Sikap dan nilai sering diperoleh melalui proses identifikasi dari orang lain dan bukan hasil dari belajar langsung.
e. Sikap lebih mudah dibentuk karena pengalaman yang menyenangkan.
f. Nilai-nilai yang ada pada diri individu dipengaruhi oleh standar perilaku kelompok.
g. Proses belajar di sekolah dan kesehatan mental memiliki hubungan yang erat. Pelajar yang memiliki kesehatan mental yang baik akan dapat belajar lebih mudah daripada yang memiliki masalah.
h. Belajar afektif dapat dikembangkan atau diubah melalui interaksi guru dengan kelas.
i. Pelajar dapat dibantu agar lebih matang dengan cara membantu mereka mengenal dan memahami sikap, peranan dan emosi. Penghargaan terhadap sikap, perasaan dan frustasi sangat perlu untuk membantu pelajar memperoleh pengertian diri dan kematangannya.
9. Proses Belajar Psikomotor
Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampu mengendalikan aktivitas ragawinya.
Belajar psikomotor mengandung aspek mental dan fisik. Berkenaan dengan hal itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
a. Didalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi dalam kemampuan dasar psikomotor.
b. Perkembangan psikomotor anak tertentu terjadi tidak beraturan.
c. Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf penampilan psikomotor.
d. Melalui bermain dan aktivitas nonformal para pelajar akan memperoleh kemampuan mengontrol gerakannya lebih baik.
e. Dengan kematangan fisik dan mental kemampuan pelajar untuk memadukan dan memperhalus gerakannya akan lebih dapat diperkuat.
f. Faktor lingkungan memberi pengaruh terhadap bentuk dan cdakupan penampilan psikomotor individu.
g. Penjelasan yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif pelajar dapat menambah efisiensi belajar psikomotor.
h. Latihan yang cukup yang diberi dalam rentan waktu tertentu dapat membantu proses belajar psikomotor. Latihan yang bermakna seyogianya mencakup semua urutan lengkap aktivitas psikomotor dan tempo tidak bisa hanya didasarkan pada faktor waktu semata-mata.
i. Tugas-tugas psikomotor yang terlalu sukar bagi pelajar dapat menimbulkan frustasi (keputusasaan) dan kelelahan yang lebih cepat.
10. Prinsip Evaluasi
Jenis cakupan dan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses belajar saat ini dan selanjutnya.
Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan. Penilaian individu terhadap proses belajarnya dipengaruhi oleh kebebasan untuk menilai. Evaluasi mencakup kesadaran individu mengenai penampilan, motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang berinteraksi dengan yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman belajarnya dan hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menilai pengalamannya.
Berkenaan dengan evaluasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
a. Evaluasi memberi arti pada proses belajar dan memberi arah baru pada pelajar.
b. Bila tujuan dikaitkan dengan evaluasi maka peran evaluasi begitu penting bagi pelajar.
c. Latihan penilaian guru dapat mempengaruhi bagaimana pelajar terlibat dalam evaluasi dan belajar.
d. Evaluasi terhadap kemajuan pencapaian tujuan akan lebih mantap bila guru dan murid saling bertukar dan menerima pikiran, perasaan dan pengamatan.
e. Kekurangan atau ketidaklengkapan evaluasi dapat mengurangi kemampuan guru dalam melayani muridnya. Sebaliknya evaluasi yang menyeluruh dapat memperkuat kemampuan pelajar untuk menilai dirinya.
f. Jika tekanan evaluasi guru diberikan terus menerus terhadap penampilan siswa, pola ketergantungan penghindaran dan kekerasan akan berkembang.
g. Kelompok teman sebaya berguna dalam evaluasi.
EmoticonEmoticon