SafelinkU | Shorten your link and earn money

Jun 10, 2018

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

SUMBER
BAB II
PEMBAHASAN

Menurut Hamalik (2001: 18) Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, Kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan (Bab IX, Ps. 37). Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasiladan Undang-undang Dasar1945. Berdasarkan ketentuan dan konsep tersebut, pengembangan kurikulum agar berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut diantaranya:
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan nasional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karakteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi) serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup Kebutuhan pembangunan dibidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.
Keenam faktor tersebut saling ada keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
A. Filsafat Dan Tujuan Pendidikan
Falsafah(filsafah) menurut harfiah artinya adalah “cinta akan kebajikan”, yang merupakan rangkaian dari dua pengertian, yakni Philein(cinta) dan Shopia(kebajikan). Dalam batasan modern, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang berharap agar manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya(Idi, 2009, hal. 68).
Pandangan menyeluruh dan sistematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh manusia adalah lebih dari sekedar manusia. Adapun yang dimaksud dengan dikuasai disini adalah pengetahuan itu sendiri, dan menemukan adanya kesinambungan dan pertalian semua unsur hingga pada akhirnya akan ditemukan adanya unsur kebajikan.
Menurut Idi (2009: 68) Sebagai induk dari semua pengetahuan(the mother of knowledge), filsafat dapat dirumuskan sebagai kajian tentang:
a. Metafisika, yakni studi tentang hakikat kenyataan
b. Epistemologi, yakni studi tentang pengetahuan
c. Aksiologi, yakni studi tentang nilai
d. Etika, yakni studi tentang hakikat kebaikan
e. Estika, yakni studi tentang hakikat keindahan
f. Logika, yakni studi tentang hakikat penalaran
Apabila diamati komponen-komponen di atas, filsafat mempunyaii jangkauan kajian yang sangat luas. Bagi para pengembang kurikulum(curriculum developers) yang memiliki pemahaman yang kuat tentang komponen atau rumusan-rumusan di atas, maka akan memberikan dasar yang kuat pula dalam mengambil satu keputusan yang tepat dan konsisten. Namun, satu hal yang harus diperhatikan oleh pengembang kurikulum adalah dalam mengembangkan kurikulum, pengembangan tidak hanya menonjolkan atau mementingkan kepentingan filsafat pribadi, tetapi, harus mempertimbangkan falsafah yang lainnya juga, antara lain falsafah negara, falsafah lembaga pendidikan, dan staf pengajar atau pendidik(Idi, 2009, hal. 69).
Namun demikian, seseorang tidak perlu mendalami semua bidang falsafah dalam mengembangkan kurikulum, karena pendidikan pada dasarnya bersifat normatif yang ditentukan oleh sistem nilai yang dianut. Tujuan pendidikan adalah membina warga negara yang baik, dan norma-norma yang baik tersebut tercantum dalam falsafah bangsa, dan bagi Indonesia adalah falsafah pancasila. Dan karena pandangan megenai sesuatu itu berbeda-beda secara esensial berdasarkan aliran masing-masing. Itulah yang menyebabkan bahwa kita tidak perlu mendalami semua bidang falsafah dalam mengembangkan kurikulum.
Selain itu, menurut Wina Sanjaya (2008: 43) filsafat dalam proses pengembangan kurikulum memiliki 4 fungsi yaitu: 
a. Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan
b. Filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
c. Filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan
d. Melalui filsafat dapat ditentukan bagaimana tolak ukur proses pendidikan
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat landasan “mau dibawa kemana pendidikan anak?”. Filsafat pendidikan menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran,serta perangkat pelanggaran belajar yang bersifat mendidik. Menurut Hamalik (2001: 20) filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yaitu: (1) Cita-cita masyarakat, dan (2) Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarajkat.
Hamalik mengemukakan kembali pendapatnya yang terdapat dalambuku  Dasar-dasar Pengenbangan Kurikulum(2009: 60) bahwa filsafah pendidikan sebagai suatu pandangan hidup bukan menjadi hiasan lidah belaka. melainkan harus meresapi tingkah laku semua anggota masyarakat. Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehati-hari. Hal ini menunjukan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa filsafat pendidikan adalah hal yang di yakini dan diharapkan oleh seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung cita-cita tentang model manusia yang diharapkan,  sesuai dengan nilai-nilai yang disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu filsafat pendidikan harus dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan objektif. Hopkin dalam bukunya Interaction The Democratic Process, yang di kutip oleh Hamalik dalam buku  Kurikulum dan Pembelajaran (2001: 20) mengemukakan kriteria yang lain:
1. Kejelasan, filsafat/keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan
2. Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelidikan yang akurat
3. Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu
Sekumpulan masyarakat tentunya menginginkan agar setiap warganya merupakaninsan-insan yang baik, sesuai dengan cita-cita dan nilai sosial masyarakat tersebut. Pendidikan manusia merupakan proses yang dicita-citakan tergambar dari filsafat pendidikan yang mendasari sistem pendidikan masyarakat tersebut.
Perumusan diatas mengandung pengertian bahwa filsafat pendidikan menyatakan sesuatu yang sangat penting, karena mengandung keyakinan yang berupa serangkaian cita-cita dan nilai-nilai yang sangat baik menurut pandangan masyarakat. Disamping itu, suatu filsafat pendidikan memberi petunjuk cara berbuat atau bertingkah lakuyang baik dalam masyarakat. Selain itu juga filsafat pendidikan merupakan semacam guiding principles bagi setiap orang, salam hal ini memberikan petunjuk dalam proses oprasional untuk mencapai cita-cita.
Menurut Zainal Arifin (2012: 51) Setiap negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya, landasan filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis perkembangan sistem pendidikan nasional secara formal adalah Pancasila yang terdiri atas 5 sila, yaitu:
a) Ketuhanan Yang Maha Esa
b) Kemanusiaanidak mem Yang Adil dan Beradab
c) Persatuan Indonesia
d) Kerakyatan Yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
e) Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Kemudian Zainal arifin (2012: 51) pun mengembangkan bahwa, Implikasinya bagi pengembang kurikulum yaitu:
a) Nilai-nilai pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai dengan sifat kajian filsafat, baik dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
b) Kelima sila tersebut berisi nilai-nilai moral yang luhur sebargai dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan, memilih dan mengembangkan isi/bahan kurikulum, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan sistem evaluasi.
Selanjutnya dalam buku Konsep dan model pengembangan kurikulum (Zainal, 2012, hal 52) diuraikan tentang kelima sila dari Pancasila tersebut dari sudut pandang teori kebenaran, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.
1. Ontologi
a) Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Melalui sila pertama ini, diharapkan setiap manusia beriman dan bertawka kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu menjalankan semua perintahnya dan menjauhi segala apa yang dilarangnya, menghormati antar pemeluk agama, dan tidak memaksakan suatu agama kepada orang lain.
b) Kemanusian yang adil dan beradab
Pendidikan tidak membedakan usia, agama serta tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia mempunyai kebebasan dalam menuntut ilmu dan mendapat perlakuan yang sama, kecuali tingkat ketakwaan seseorang. Manusia Pancasila harus menjiwai, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, sehingga mampu bersikap adil dan beradab dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.
c) Persatuan Indonesia
Persatuan merupakan kunci kemenangan. Melalui persatuan dan kesatuan yang kuat, rakyat Indonesia dapat menikmati alam kemerdekaan. Kecintaan kita terhadap bangsa dan negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila akan menghapus perbedaan suku, agama, ras, warna kulit dan lain-lain yang dapat menimbulkan perpecahan sektoral. Persatuan yang kokoh dapat menghilangkan pikiran-pikiran yang berbau separatisme atau rasialisme. Sila ketiga ini tidak membatasi golonganuntuk belajar. Artinya, setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
d) Kerakyatan yang dipimpin hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Dalam bentuk politik, sila ini dapat menunjukkan sebuah demokrasi di mana hakikat kekuasaan ada di tangan rakyat. Begitu juga dalam pendidikan. Jika pendidikan ingin maju, maka pendidikan harus dapat menghargai pendapat orang lain. Dalam filsafat pendidikan hal ini dikenal dengan aliran progressivisme. UUD 1945 juga  mengamantkan kebebasan untuk mengekluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tuklisan. Dengan demikian, untuk mengembangkan sebuah kurikulum diperlukan ide-ide cemerlang dari orang lain.
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Secara umum, tujuan pembangunan bangsa Indonesia adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, baik secara material maupun sepiritual berdasarkan asas kekeluargaan. Dalam pendidikan, adil mencakup seluruh aspek kehidupan anak. Oleh sebab itu, dalam struktur kurikulum harus ada materi yang mengandung unsur-unsur agama, pengetahuan umum, pengetahuan alam, pengetahuan sosial, teknologi, bahasa dan unsur-unsur lain yang relevan serta memang diperlukan bagi anak untuk kehidupannya kelak. Dalam proses pembelajaran, guru tidak boleh membeda-bedakan peserta didik. Guru harus adil dalam memberikan nilai kepada peserta didik.
2. Epistemologi
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui akal atau pancaindera dari ide atau Tuhan. Pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya melalui perjuangan rakyat. Melalui Pancasila, kita dapat mengetahui apakah ilmu itu diperoleh melalui rasio atau datang dari Tuhan.
b. Kermanusian yang adil dan beradab
Pada dasarnya manusia merupakan subjek yang potensial dan aktif, berkesadaran, tahu atas eksistensi diri dan dunia. Jika guru memiliki moral atau etika, tentu tidak ada lagi guru yang berbuat kekerasan dan kesewenang-wenangan terhadap peserta didik atau sesama guru lainnya. Pancasila adalah ilmu yang diperoleh melalui perjuangan dan sesuai dengan logika. Komunikasi antara guru dengan peserta didik akan memperjelas bahan-bahan pelajaran, sehingga dapat menyamakan persepsi yang diperoleh dari berbagai sumber. Seorang guru tidak boleh memonopoli kebenaran. Pengetahuan yang dimiliki seseorang menunjukkan kualitas dan martabat kepribadiannya.
c. Persatuan Indonesia
Proses terbentuknya manusia merupakan hasil dari kerja sama atau hasil hubungannya dengan lingkungan. Hubungan yang baik antara potensi dasar dengan lingkungan akan membentuk pengetahuan. Misalnya, sosiologi yang mempelajari hubungan antar sesama manusia. Hubungan antara manusia tersebut memerlukan suatu landasan, yaitu pancasila. Jadi, jika kita perlu mengetahuui ciri-ciri masyarakat dan bagaimana terbentuknya suatu masyarakat.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai pemimpin di muka bumi untuk memakmurkan umat manusia. Seseorang pemimpin tentu harus bertindak dan bersikap secara bijak. Untuk menjadikan orang yang bijak, maka peran pendidikan sangat besar, baik pendidikan formal, minformal maupun nonformal. Guru juga adalah seorang pemimpin, karena itu ia harus belajar ilmu keguruan agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara bijak. Jika ada persoalan harus dissuaikan melalui musyarah untuk mufakat.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Adil dapat diartikan seimbang, seperti seimbang antara “ilmu dunia” dengan “ilmu akhirat”, seimbang antara “IPTEK” dengan “IMTAQ”. Untuk itu, diperlukan pendidikan formal, informal, dan nonformal. Program pendidikan harus diupayakan juga untuk mengentaskan kemiskinan, sehingga dikotomi “si kaya” dengan “si miskin” dapat diperkecil atau jika mungkin dihilangkan.
3. Aksiologi
a. Ketuhanann Yang Maha Esa
Percaya kepada Allah merupakan nilai yang paling esensial dalam ajaran islam. Setiap kita melaksanakan priaktik ibadah selalu menyebut nama Allah. Begitu juga ketika pertama kali para dai menyebarluaskan ajaran islam, hal pertama dan utama yang disampaikan adalah keimanan. Oleh sebab itu, dalam kurikulum formal di Indonesia diberikan mata pelajaran pendidikan agama islam.

b. Kemansuaian yang adil dan beradab
Guru akan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang aktif, kreatif dan produktif. Begitu pula sekolah akan memberikan penghargaan kepada siapa saja dari peserta didik yang memperoleh prestasi baik, bukan dilihat dari suku, agama, status sosial-eonomi, pangkat atau jabatan orangtuannya.
c. Persatuan Indonesia
Negara Indonesia adalah negara pancasila yang selalu mengajarkan kepada rakyatnya nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Pepatah lama mengatakan “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Dengan demikian, setiap warga negara berhak dan bertanggung jawab untuk mempertahankan setiap jengkal tanah yang akan dijajah oleh orang lain. Begitu juga peserta didik yang sedang melakukan kegiatan belajar. Ia harus menyatukan seluruh pikirannya, fisik, dan mentalnya sikap dan motivasinya, dan lain-lain sehingga mencapai tujuan yang belajar sesungguhnya. Di sekolah ia belajar bersama teman-temannya. Dirumah ia belajar dengan keluarganya. Di masyarakat, ia belajar dengan lingkungannya.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Di lingkungan, masyarakat terbiasa melakukan kegiatan kebersihan nyang dilakukan secara gotong royong, ada yang bekerja, ada yang menyiapkan makanan dan minuman. Setiap tingkah laku harus dapat dipertanggung-jawabkan dan dilaksanakan dengan bijak karena setiap tindakan dan ucapan akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila ini mengandung nilai yang luas antara lain menghormati hak orang lain, suka memberi pertolongan, bersikap hemat, suka bekerja, menghargai karya orang lain, mewujudkan pembangunan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum (Fathoni & dkk, 2009 : 35)
Asas atau landasan sosiologi mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini. Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan Kebutuhan masyarakat. Karena itu, sudah sewajarnya kalau pendidikan memerhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi, dan lain-lain, mengajukan keinginan yang bertentangan dengan kepentingan kelompok masing-masing (Sukmadinata, 2009 : 58)
Walaupun dirasakan sangat susah, para pengembang kurikulum mesti memperhatikan setiap tuntutan dan tekanan masyarakat yang berbeda-beda itu. Oleh sebab itu, menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan kurikulum. Dalam konteks inilah pengembang kurikulum perlu menjalankan peran evaluatif dan peran kritisnya dalam menentukan muatan kurikulum. (Sanjaya, 2008 : 56).
Adapun dari sudut sosiologi, menurut Abdullah Idi (Nasution, 1989:23-24) dalam sistem pendidikan serta lembaga-lembaga terdapat bahan yang memiliki beragam fungsi bagi kepentingan masyarakat, yakni:
1. Mengadakan revisi dan perubahan sosial;
2. Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan melaksanakan penelitian ilmiah;
3. Mendukung dan turut memberi kontribusi kepada pembangunan;
4. Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai tradisional serta mempertahankan status quo;
5. Mengeksploitasi orang banyak demi kesejahteraan golongan elite;
6. Mewujudkan revolusi sosial untuk melenyapkan pengaruh-pengaruh pemerintah terdahulu;
7. Mendukung kelompok-kelompok tertentu, antara lain kelompok militer, industri, atau politik;
8. Menyebarluaskan falsafah, politik, dan kepercayaan tertentu;
9. Membimbing dan mendisiplinkan jalan pikiran generasi muda;
10. Mendorong dan mempercepat laju kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi;
Dalam mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia di mana mereka tinggal, merespons berbagai Kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat dan memahami tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan berkait dengan falsafah pendidikan yang berlaku (Idi, 2009, hal. 77-78).
Sangat banyak Kebutuhan masyarakat yang perlu dipilah-pilih, disaring, dan diseleksi. Agar Kebutuhan itu menjadi sebuah keputusan dalam pengembangan kurikulum, maka tugas pengembangan kurikulum pun sangat kompleks. Menurut Abdullah Idi (1991:225), kompleksnya kehidupan dalam masyarakat disebabkan karena:
1. Dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam;
2. Kepentingan antar individu berbeda-beda;
3. Masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap menunjuk pada asas kemasyarakatan sekaligus dengan Kebutuhan masyarakat.
Dalam arti luas, lingkungan merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada peningkatan mutu kehidupan diatas bumi ini. (Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, 2001, hal. 20)
Penyesuaian pembangunan dengan lingkungan berarti upaya-upaya dan kegiatan pelaksanaan pembangunan disesuaikan dengan keadaan dan kondisi masyarakat yang sedang berkembang cepat dalam semua karakteristiknya. Pemanfataan lingkungan adalah memanfaatkan sumber daya tersebut untuk mendukung pelaksanaan pembangunan. pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti menjamin dan menjaga agar lingkungan dengan sumber-sumbernya itu tetap terbina sehingga terus berfungsi sebagaimana adanya, tidak rusak atau terganggu, melainkan tetap utuh dan harmonisdalam hubungannya dengan kehidupan manusia, Peningkatan dan pengembangan mencakup juga perbaikan dan rehabilitasi.
C. Landasan Psikologis
Pada dasarnya, pendidikan sangat membutuhkan adanya interaksi, baik antara pendidik dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan lingkungannya. Tanpa adanya interaksi, tentunya tidak akan terjadi proses pendidikan pada manusia. Pendidikan, pada umumnya diberikan kepada manusia karena fitrahnya yang memiliki perasaan atau kondisi psiklogis dan berkat kemampuan inilah manusia menjadi lebih berkembang dalam pengetahuan dan kecakapan dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya.
Menurut Sukmadinata (2009: 45), kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, perilaku kognitif, afektif dan psikomotor.
Selain itu Sukmadinata (2009: 45) menjelaskan bahwa kondisi setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budayanya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu yang lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didiknya. Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah, interaksi antara guru dan murid pada jenjang sekolah dasar berbeda dengan jenjang sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas.
Dalam pandangan pendidikan, peserta didik merupakan individu yang berada dalam masa perkembangan. Perilaku kognitif, afektif dan psikomotornya pun dapat dilihat melalui masa perkembangan. Sebagai seorang pendidik, diperlukan kesesuaian antara pendidikan apa yang akan diberikan dengan pola-pola perkembangan peserta didik. Begitu pula dengan upaya mencapai pendidikan secara optimal, cara belajar mengajarnya pun diperlukan penyesuaian. Menurut Sukmadinata (2009 : 46) Psikologi itu sendiri terbagi kepada dua bagian yaitu:
A. Psikologi Perkembangan
Perkembangan merupakan perubahan unsur yang terdapat pada individu secara kualitatif, yakni lebih menuju kepada proses pendewasaan. Dalam psikologi perkembangan, terdapat beberapa metode dan teori yang digunakan. Dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Sukmadinata (2009: 46) mengungkapkan beberapa metode digunakan dalam psikologi perkembangan antara lain.
1. Metode Longitudinal
Metode ini pernah dilakukan oleh Williard C. Olson. Metode dilakukan untuk menghimpun informasi tentang perkembangan individu melalui pengamatan dan pengkajian perkembangan sepanjang masa perkembangan, dari saat lahir sampai dengan dewasa.
2. Metode Cross Sectional
Metode ini pernah dilakukan oleh Arnold Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola  perkembangan dan kemampuan, serta perilaku mereka.
3. Metode Psikoanalitik
Metode ini pernah dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para pengikutnya. Metode ini lebih banyak diarahkan mempelajari perkembangan anak pada masa-masa sebelumnya., terutama pada masa kanak-kanak (balita). Menurut mereka, pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa balita ini dapat mengganggu perkembangan pada masa-masa berikutnya.
4. Metode Sosiologi
Metode ini pernah dilakukan oleh Robert Havighurst. Ia mempelajari perkembangan anak dilihat dari tugas-tugas yang harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Tuntutan akan kehidupan masyarakat ini oleh Havighurst disebut sebagai tugas-tugas perkembangan (development tasks). Ada seperagkat tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai individu dalamm setiap tahap perkembangan.
5. Metode Studi Kasus
Metode ini pernah dilakukan oleh para ahli psikologi. Dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para ahli psikologi perkembangan menarik beberapa kesimpulan tentang pola-pola perkembangan anak. Metode ini pun pernah dilakukan oleh Jean Piaget tentang perkembangan kognitif anak.
Sukmadinata (2009: 47) pun menyebutkan Teori-teori yang digunakan dalam Psikologi Perkembangan antara lain.
a. Teori Pentahapan (stage approach)
Yaitu perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap perkembangan, tahap-tahap tersebut dijelaskan oleh Toto Fathoni,  dkk (2009: 26) sebagai berikut:
Tahap perkembangan Usia
Masa usia prasekolah 0,0 – 6,0 tahun
Masa usia sekolah dasar 6,0 – 12,0 tahun
Masa usia menengah sekolah 12,0 – 18,0 tahun

b. Teori diferensial (differential approach)Yaitu melihat bahwa individu memiliki persamaan dan perbedaan
c. Teori Ipsatif (ipsative approach) Yaitu pendekatan dengan cara melihat karakteristik setiap individu

B. Psikologi Belajar
Belajar merupakan salah satu upaya dalam mendapatkan hasil dari perkembangan. Hasil belajar didapatkan melalui pengalamanlangsung. Bahkan dapat dikatakan bahwa semakin banyak pengalaman maka semakin banyak kita belajar. Dalam psikologi belajar, terdapat beberapa teori yang digunakan. Dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Sukmadinata (2009: 53) mengungkapkan beberapa teori digunakan dalam psikologi belajar antara lain.
1) Teori disiplin mental
Menurut teori ini, secara herediter anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Belajar merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut. Ada beberapa teori lain yang termasuk ke dalam teori ini, antara lain.
a) Teori disiplin mental theistik dari Psikologi Daya. 
b) Teroi disiplin mental humanistik bersumber pada Psikologi Humanisme Klasik dari Plato dan Aristoteles.
c) Teori naturalisme
d) Teori apersepsi

2) Teori Behavioristik 
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki atau membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Ada beberapa teori lain yang termasuk ke dalam teori ini, antara lain.
a) Teori S-R bond, yang bersumber dari psikologi koneksionisme atau teori asosiasi dengan tokoh utamanya Edward L Thorndike. Belajar adalah membentuk hubungan stimulus-respon. Menurut teori ini ada 3 hukum belajar, yaitu: Law of Readiness, Law of Exsercise or Repetition, and Law Of Effect.
b) Tori Conditioning atau Stimulus-Respon with konditioning dengan tokoh utamanya adalah Watson. Hubuingan stimulus dengan respon perlu di bantu dengan kondisi tertentu. Misalnya, perserta didik mau masuk kelas ada tanda bel, begitu juga begitu istirahat, ujian atau pulang sekolah.
c) Tori re-inforcement dengan tokoh utamanya C. L. Hull. jika teori konditioning, kondisi di berikan pada stimulus, maka dalam teori re-inforcement, kondisi di berikan pada respon, misalnya memberi nilai tinggi, pujian atau hadiah.

3) Teori Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pengalaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar itu merupakan perbuatan yang bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra dari perasaan tentang pola-pola atau hubungan. Kemudian Zainal Arifin (2012: 58) menambahkan bahwa teori ini di sebut juga teori lapangan dengan tokoh utamanya Kurt Lewin. Asumsinya adalah keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian. Belajar adalah proses mengembangkan insight. Belajar merupakan perbuatan yang bertujuan, exploratif, imajinatif, dan kreatif. Prinsip-prinsip belajar menurut teorin gestalt, atara lain:
a. Bahan pelajaran disajikan dalam bnentuk masalah yang susuai dengamn Kebutuhan dan minat peserta didik
b. Mengutamakan proses untuk memecahkan masalah.
c. Belajar di mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian.
d. Belajar memerlukan insight atau pemahaman
e. Belajar memerlukan reorganisasi pemngalaman yang kontinu.
Implikasinya adalah kurikulum harus di susun secara keseluruhan (tori dan praktik) sehingga memungkinkan peserta didik berinteraksi dengan lingkungan dan menimbukan insight peserta didik
D. Landasan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. (Fathoni, dkk, 2009 : 40)
Perkembangan Ilmu Pengetahuan berjalan sangat pesat dari waktu ke waktu. Bahkan masa setelah masa pertengahan sering disebut-sebut sebagai zaman modern, begitupun dengan teknologi. Seiring berjalannya waktu, teknologi berjalan sangat pesat. Teknologi merupakan sumbangan yang berupa penggunaan atau penerapan suatu bidang ilmu pengetahuan terdahap bidang-bidang lain (Sukmadinata, 2009: 67). 
Iskandar Alisyahbana mengatakan bahwa teknologi ialah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi Kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware and software) sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindera, dan otak manusia. sehingga dapat disipulkan bahwa teknologi merupakan sesuatu yang dapat memudahkan manusia dalam memenuhi Kebutuhannya.
Dari deskripsi di atas, jika dilihat dari kondisi manusia pada zaman dahulu sebenarnya teknologi sudah banyak digunakan, namun masih bersifat sederhana. Penemuan teknologi pertama adalah mendasari teknologi-teknologi berikutnya adalah teknologi api, dari teknologi ini berkembanglah teknologi penerangan, teknologi pemadam kebakaran, teknologi pembuangan asap dan teknologi-teknologi lainnya. Selain teknologi apa, teknologi yang selanjutnya mendasari teknologi-teknologi berikutnya adalah teknologi logam yang hasil pengolahannya menjadi Kebutuhan manusia saat ini. Teknologi selanjutnya yang mendasari teknologi-teknologi berikutnya adalah teknologi pertanian yang berhasil memberikan kesejahteraan melalui hasilnya juga menjadikan pola hidup nomaden menjadi menetap dan membentuk masyarakat. Perkembangan teknologi lain yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah teknologi industri untuk memenuhi lingkungan yang tiap waktunya semakin meluas. Dari teknologi industri ini kemudian lahirlah teknologi transportasi, baik transportasi darat, laut maupun transportasi udara.Teknologi ini bukan hanya ditujukan untuk mobilitas manusia, akan tetapi untuk berbagai macam penelitian yang tentunya menghasilkan pengetahuan dan teknologi lain yang lebih maju. Seperti teknologi ruang angkasa dan teknologi kemiliteran yang menghasilkan teknologi senjata dalam upaya pertahanan. Teknologi selanjutnya berkembang semakin cepat, seperti teknologi komunikasi dan informatika juga teknologi media cetak yang saat ini dapat kita rasakan.
Dalam mempertahankan dan mengembangkan teknologi, agar tidak tertinggal diperlukan beberapa upaya, salah satunya adalah transformasi teknologi. Menurut B.J. Habibie transformasi teknologi merupakan suatu proses pengalihan, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara teratur. Namun tidak cukup hanya dengan penerapan saja, akan tetapi mencakup juga penyesuaian dan modifikasi.
Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan terhadap pengembangan IPTEK, maka ada beberapahal yang harus dijadikan sebagai dasar, yakni:
1. Pengembangan IPTEK harus berada dalamkeseimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek,pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang danjasa.
2. Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3. Pembangunan iptek harus selaras dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi soaial budaya, dan lingkungan hidup.
4. Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, evisiensi, evektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi
5. Pembangunan iptek berdasarkan pada asas dan pemanfaatannya yang dapat memberikan nilai tambah dan memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan,dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan oleh berbagai pihak yakni:
1. Pemerintah, yang membangun dan memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2. Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu untuk pengembangan masyarakat dan memngembangkannya secara dewasa.
3. Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek untuk disumbangkan kepada pembangunan.
4. Pengusaha, untuk kepentingan meningkatkan produktifitas.
Di Indonesia sendiri, teknologi berkembang sedemikian pesatnya, terutama pada masa pembangunan. Perkembangan tenologi yag lebih terencana dan terarah dimulai ketika B.J. Habibie menjabat sebagai meneteri sekaligus pemikir dan pemimpin pengembangan teknologi di Indonesia. Dibawah pimpinan Habibie pengembangan teknologi benar-benar bertolak dari kondisi dan karakteristik wilayah dan Kebutuhan pembangunan Indonesia. Pengembangan teknologi diarahkan bukan hanya pada kepentingan kemajuan ekonomi, melainkan juga pada kepentingan politik (integritas bangsa), sosial, budaya, serta aspek-aspek lain (Sukmadinata, 2009: 71).
Melalui pergerakan teknologi yang dipelopori oleh Habibie ini, Indonesia memiliki pusat-pusat pengembangan ilmu dan teknologi. Pusat pengembangan terbesar adalah Pusat Pengembangan Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) di Tangerang, Jawa Barat. Selain Puspitek, terdapat pula lembaga pengkaji dan penerapan teknologi yaitu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidika.(Fathoni, dkk, 2009 : 41)


EmoticonEmoticon