SafelinkU | Shorten your link and earn money

Jun 10, 2018

LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SUMBER


BAB I

PENDAHULUAN

      A.    Latar Belakang

Manusia merupakan subjek dalam kehidupan, sebab sebagai makhluk ciptaan tuhan dialah yang selalu melihat, bertanya, berpikir dan mempelajari segala sesuatu yang ada dalam kehidupannya. Manusia bukan hanya tertarik mempelajari apa yang ada pada lingkungannya atau sesuatu di luar dirinya tetapi juga hal-hal tentang dirinya. Dengan kata lain manusia ingin mengetahui keadaan manusia sendiri, manusia menjadi objek studi pemahaman dan pengkajian sesuatu dari sudut karakteristik dan perilaku manusia, khususnya manusia sebagai individu. Dasar-dasar pemahaman dan pengkajian tersebut diambil dari suatu cabang ilmu yang disebut psikologi.
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan para peserta didik, yang berlangsung dalam situasi pendidikan. Sesungguhnya situasi pendidikan itu tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga diluar sekolah. Para pendidik terutama guru ataupun calon guru sebagai individu membutuhkan pengetahuan tentang psikologi, tetapi sebagai pendidik mereka membutuhkan pengetahuan tentang psikologi dalam interaksi pendidikan. Interaksi pendidikan merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks dan unik, berintikan interaksi antar individu, tetapi berlangsung dalam konteks yang bersifat pedagogis. Banyak segi, aspek, unsur dan hubungan yang membutuhkan pemahaman secara psikologis, juga banyak perlakuan, tindakan, layanan yang memerlukan dasar-dasar atau prinsip-prinsip psikologis, dan banyak masalah yang perlu dianalisis dan diatasi dengan pendekatan-pendekatan psikologis.

B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah diapaparkan diatas sebelumnya, maka masalah yang ingin dipecahkan adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana definisi dari landasan psikologi Pendidikan?
2.      Bagaimana situasi pergaulan pendidikan?
3.      Bagaimana dimensi proses pendidikan?
4.      Bagaimana tugas-tugas pokok perkembangan?
5.      Bagaimana pemahaman terhadap perkembangan kepribadian anak?

C.    Tujuan Penulisan Masalah

Tujuan dari makalah yang kami buat ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk menetahui definisi dari landasan psikologi Pendidikan.
2.      Untuk mengetahui situasi pergaulan pendidikan.
3.      Untuk mengetahui dimensi proses pendidikan.
4.      Untuk mengetahui tugas-tugas pokok perkembangan.
5.      Untuk mengetahui pemahaman terhadap perkembangan kepribadian anak.



BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Landasan Psikologi Pendidikan

Secara etimologi psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi adalah ilmu jiwa. Dewasa ini para ahli sepakat bahwa psikologi tidak lagi diaritikan sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari jiwa atau mempelajari gejala-gejala jiwa, tetapi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku atau kegiatan individu. Karena ada beberapa keberatan terhadap pandangan lama. Pertama, jiwa adalah sesuatu hal yang sukar sekali atau tidak dapat diamati secara langsung. Kedua, jiwa adalah sesuatu yang ada, akan tetapi tidak dapat diteliti secara langsung dengan menggunakan metode-metode penelitian biasa. Masalah jiwa adalah urusan tuhan, kepada kita hanya diberi pengetahuan yang sangat sedikit tentang hali tu. Ketiga, mempelajari jiwa berarti hanya mempelajari sebagian saja dari individu atau  manusia, dengan demikian studi tersebut tidaklah lengkap. (Sukmadinata, 2003:18).
            Menurut Chaplin (Syah, 2011:9) Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan dalam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan.
            Menurut Muhibbin Syah (2011:10) dalam bukunya psikologi pendidikan mengemukakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik sebagai individu ataupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan.
Psikologi pendidikan menurut sebagian ahli yang dikutip oleh (Syah, 2011, hal. 12) adalah sub disiplin psikologi, bukan psikologi itu sendiri. Mereka menganggap psikologi pendidikan tidak memiliki teori, konsep, dan metode sendiri. Hal ini konon terbukti dengan banyaknya hasil-hasil riset psikologi lain yang diangkat menjadi teori, konsep, dan metode psikologi pendidikan.  Psikologi pendidikan adalah sebuah sub disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah pendidikan yang berguna dalam hal-hal berikut ini:
1.      Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas.
2.      Pengembangan dan pembaruan kurikulum.
3.      Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.
4.      Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif.
5.      Penyelenggaraan pendidikan keguruan.
Psikologi pendidikan pada dasarnya adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah-masalah psikologis yang terjadi didalam dunia pendidikan. Lalu, hasil penyelidikan ini dirimuskan kedalam bentuk konsep, teori, dan metode yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan proses belajar, proses mengajar, dan proses belajar mengajar.
Proses kegiatan pendidikan melibatkan proses interaksi psikho-fisik dalam soiso-kultural yang antropologis-filosofis-normatif. Artinya, bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan yang menyangkut interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai-nilai budaya suatu masyarakat (sebagai lingkungan pendidikan) yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan selalu melibatkan aspek-aspek: kejiwaan, kebudayaan, kemasyarakatan, norma-norma, dan kemanusiaan. Keseluruhan aspek-aspek tersebut tidak bisa dipisahkan, sebab prosesnya merupakan kesatuan nilai yang integrated. Namun, dalam kajian secara khusus ini, dalam menganalisis dasar-dasar psikologis apa yang dapat dijadikan landasan teori dan praktek dalam pendidikan.
Berdasarkan pengertian tersebut, landasan psikologis pendidikan adalah kajian tentang aspek-aspek psikologis yang dapat menjadi dasar pemahaman bagi calon pendidik untuk mengenali, menghayati dan mengaplikasikan konsep-konsep perkembangan psikologis dari peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Salah satu aspek tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya, bukan hanya individu atau sekelompok siswa saja yang dicerdaskan, tetapi adalah seluruh bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Dalam praktek pendidikan di sekolah, guru sering berhadapan dengan individu atau sekelompok siswa di kelas, yang kondisi maupun potensinya berbeda-beda. Perbedaan yang paling mudah diliat dari aspek psikologisnya adalah kemampuan intelektual, afektifnya, dan psikomotoriknya. Tugas mencerdaskan bangsa, bukan berarti yang dikembangkan adalah kemampuan intelektualnya belaka, tetapi seluruh aspek kepribadian manusia Indonesia yang meliputi: kecerdasan intelektual (IQ=Integent Quotion), kecerdasan emosi (EI=Emotional Intelegence), dan masih banyak kecerdasan-kecerdasan lain dalam diri manusia.
Kemampuan intelektual adalah sebagai modal dasar insane yang paling tinggi, sehingga manusia dibedakan dengan makhluk lain karena akalnya yang luar biasa. Dengan perhatian terhadap masalah intelektual manusia, kita dapat mempelajari dasar-dasar teori psikologi kognitif. Guru dan pendidik bukan hanya memperhatikan aspek intelektualnya saja, walaupun aspek intelektual sangat penting dalam kehidupan manusia, tetapi kebutuhan-kebutuhan manusia dalam hidupnya sangat kompleks yang oleh A. H Maslow dalam buku Individual and Society, mengkategorikan menjadi 5 tingkatan kebutuhan (Krech dkk, 1962: 76), yaitu sebagai berikut:
1.      Kebutuhan fisik, contoh: lapar, haus
2.      Kebutuhan keamanan, contoh: keamanan, aturan
3.      Kebutuhan memiliki dan rasa cinta, contoh: kasih sayang, mengidentifikasi
4.      Kebutuhan penghargaan, contoh: prestasi, keberhasilan, harga diri
5.      Kebutuhan aktualisasi diri, contoh: kebutuhan untuk menyempurnakan diri

B.    Situasi Pergaulan Pendidikan

Proses pendidikan berlangsung antara pendidik dan anak didik dalan bentuk pergaulan. Baik secara individual maupun secara kolektif. Pergaulan tidak selalu dalam bentuk face to face (tatap muka) seperti dalam keluarga ataaupun dalam sekolah, melainkan dapat terjadi dengan mempergunakan surat menyurat,  telepon, radio, televisi, dan cybernetic (internet). Tidak setiap pergaulan mempunyai sifat pendidikan, sebagai contoh menyuruh anak membeli rokok atau minuman keras. Pergaulan pendidikan adalah hubungan antara dua pihak yang mempunyai maksud yang disengaja untuk memperngaruhi anak didik, sehingga anak didik tersebut berkembang menuju ke kedewasaan.
Dalam perkembangan menuju kedewasaan, seorang pihak individu baik secara ilmiah maupun melalui proses pendidikan, akan selalu melibatkan perkembangan seluruh aspek yang ada pada diri individu itu, baik aspek fisik maupun psikhologisnya. Artinya, perkembangan individu bukan hanya ditandai oleh pertumbuhan fisik semata, tetapi juga di barengi dengan kematangan  aspek psikologis dalam rangka aktivitas tugas-tugas perkembangannya. Sebagai contoh, anak pada usia remaja yang secara fisik mengalami perubahan dan pertumbuhan fisik yang cepat, misalnya panjang kaki dan tangan yang kurang seimbang, sehingga menimbulkan rasa rendah diri atau malu dihadapan teman temannya. Kondisi ini bisa mempengaruhi konsentrasi belajar, sehingga prestasinya bisa menurun. Dengan pemahaman perkembangan psikologis yang juga ditandai dengan perubahan secara fisik, maka guru atau pendidik akan memberikan bimbingan yang tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut. Dalam proses pendidikan, kita akan banyak menghadapi permasalahan pendidikan yang tidak sekedar berkaitan dengan masalah efisiensi dan efektivitas hasil belajar, tetapi pokok permasalahannya adalah bagaimana kita dapat memahami tugas-tugas perkembangan anak yang secara kontekstual dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
Dengan dasar pemikiran tersebut, proses pendidikan tidak bisa langsung menghasilkan kondisi kedewasaan, karena proses kedewasaan itu adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus tanpa putus-putusnya. Oleh karena itu, pendidik harus bersikap sabar untuk dapat menunggu tercapainya hasil pendidikannya, sehingga perubahan pada anak didik yang kita harapkan cepat dewasa, tidak akan segera dapat kita saksikan.
Suatu lingkungan tersebut dapat memancarkan suasana tertentu, misalnya suasana hangat, dingin, tegang, bermusuhan, ramai, akrab, dsb. Anak-anak yang hidup dalam suasana rumah tertentu akan berpengaruh terhadap perilakunya, menjadi anak yang hangat, akrab, dingin, ramah, lincah, bermusuhan, dsb. Suasana tersebut banyak dipengaruhi oleh sikap-sikap orang yang ada dalam rumah, dan hubungan psiko-sosial antara anggota keluarga. Setiap anak memiliki potensi untuk berkembang, dan oleh karena itu, pendidik mempunyai tugas untuk memahami potensi yang dimiliki oleh setiap individu anak untuk mengarah perkembangannya sesuai dengan cita-cita dan tujuan hidupnya.
Pemahaman terhadap potensi anak didik, merupakan konsekuensi logis bahwa pendidik atau guru harus memahami secara teoritis dan filosofis terhadap tugas-tugas perkembangan anak dan aspek-aspek psikologi lainnya dalam rangka tugas mendidik. Tugas mendidik, ternyata membutuhkan banyak pendekatan baik yang bersifat ilmiah, filsafah, dan religi. Pendekatan ilmiah yang digunakan antara lain adalah pendekatan psikologis, karena dalam mendidik memiliki tugas mengembangkan potensi yang dimiliki anak dan memahami perilaku dan motivasinya dalam rangka tujuan pendidikan. Pemahaman terhadap potensi dan perkembangan psikologis anak didik, dijukan agar dalam memberikan bantuan perkembangan terhadap anak didik bisa secara tepat, baik kebutuhannya maupun pendekatannya.

C.    Beberapa Dimensi Proses Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya mempunyai dimeni tujuan untuk memperbaiki perilaku (behavior modification, behavior improvement). Dari pengamatan sehari-hari, kita dapat mengetahui bahwa hewan juga dapat diperbaiki tingkah lakunya, contoh: kuda dapat dilatih sehingga dapat menari sebagai kuda renggong (keenian Subang), anjing dilatih untuk bisa melacak jejak pencuri atau mengendus obat-obat narkoba, dll. Namun dengan demikian, kita tidak bisa menyatakan bahwa binatang bisa didik dan perlu pendidikan.
Dalam pendidikan, intinya bukan terletak dalam perbaikan keterampilan seperti pada hewan tersebut diatas, melainkan kita mendidik anak agar anak memiliki integritas kepribadian, serta mampu berbuat secara bertanggung jawab. Kita tahu perbuatan yang bertanggung jawab memerlukan kemampuan memilih nilai kesusilaan, agar dapat berbuat kebaikan. Ini hanya mungkin, karena manusia mempunyai kata hati, yaitu kemampuan manusia untuk membedakan antara nilai baik dan nilai buruk, antara nilai jelek dengan nilai indah, antara nilai benar dan tidak benar, nilai adil dan tidak adil, dsb. Kemampuan pada manusia inilah yang memungkinkan manusia dapat dididik. Hewan dapat dilatih, tetapi tidak dapat dididik, karena hewan tidak mempunyai kata hati yang akan dapat membedakan norma-norma.
Sikun Pribadi (1984) mengutip pendapat Kohnstamm seorang tokoh pendidik Belanda, yang mengadakan pembedaan antara berbagai lapisan perilaku pada berbagai jenis makhluk yang disebut “nevous van gedringen”, yaitu sebagai berikut:
1.      Lapisan perilaku anorganis, seperti peristiwa jatuh baik pada makhluk hidup maupun mati, yang keduanya tunduk pada hukum alam yang berupa gaya tarik bumi atau gravitasi
2.      Lapisan vegetatif atau nabati, yaitu lapisan tentang segala proses yang terdapat dalam tubuh (pada tanaman, hewan, dan manusia) untuk memelihara kehidupan jasmani, seperti pernapasan, pertukaran zat-zat dalam tubuh yang diambil dari alam sekitar, seperti air, udara, makanan, dll.
3.      Perilaku animal atau hewani, yaitu lapisan yang sifatnya sudah berupa dorongan yang bersifat instinktif atau naluriah, misalnya nafsu makan, dorongan seks, nafsu berkelahi, dll. Perilaku ini dapat diperbaiki sampai pada tingkat tertentu, melalui kegiatan latihan dan pembelajaran terbatas.
4.      Perilaku human atau insane atau manusiawi, yaitu lapisan perilaku yang hanya dimiliki manusia. Lapisan ini meliputi potensi-potensi manusiawi, yaitu:
a.       Adanya kemauan yang dapat menguasai hawa nafsu, sehingga manusia dapat menunda perbuatannya. Kemampuan ini berimplikasi pada kemampuan membuat perencanaan untuk kegiatan yang akan dilakukan
b.      Adanya kesadaran intelektual, sehingga manusia dapat mengembangkan ilmunya, memecahkan persoalan-persoalan dengan kemampuan logikanya dan kritisme
c.       Adanya kesadaran diri, yaitu kemampuan menyadari terhadap sifat-sifat yang ada pada dirinya, menilai diri dan mengembangkan diri
d.      Manusia sebagai makhluk sosial, dapat mengatur hidupnya dengan orang lain, mengadakan komunikasi, persahabatan, perkawinan, dan kehidupan bersama dengan sesame manusia lain dalam masyarakat
e.       Manusia mempunyai bahasa simbolis, baik kata-kata ataupun tertulis, yang tidak ada pada hewan
f.        Manusia dapat menyadari nilai-nilai, seperti kesusilaan, kebenaran, keadilan, keindahan, dll. Demikian pula manusia memiliki kata hati, yang memungkinkan ia dapat dididik menjadi manusia susila yang mampu menciptakan karya-karya spektakuler dalam mengelola alam
5.      Lapisan mutlak (absolut). Dalam lapisan ini manusia dapat menghayati kehidupan beragama dan religious, sehingga dapat berkomunikasi dengan Tuhan dan dapat menghayati nilai-nilai kehidupan manusia yang tertinggi, yaitu kehidupan ketuhanan dan nilai-nilai keberagamaan.

Ditinjau dari segi pendidikan, maka lapisan perilaku yang menjadi bidang garapan ialah jenis-jenis perilaku dari lapisan human dan mutlak. Dengan demikian lapisan manusiawi sebagian besar menyangkut lapisan kejiwaan atau psikis, sedangkan lapisan ke lima menyangkut kehidupan spiritual. Perlu ditekankan, bahwa setiap lapisan yang lebih tinggi, didalamnya telah tercakup lapisan-lapisan yang lebih rendah, jadi bukan pandangan tentang lapisan seperti kue lapis. Oleh karena itu, sebaiknya kata lapisan sebagai terjemahan kata “niveaus” diganti dengan dimensi-dimensi.
Berdasarkan pendapat tersebut, dimensi-dimensi proses pendidikan berkaitan dengan dimensi fisik, dimensi psikologis, dan dimensi spiritual. Dimensi fisik, lebih menekankan pada bagaimana upaya pendidikan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan motorik peserta didik dengan dasar pemahaman terhadap tugas-tugas perkembangan fisik seseorang. Upaya pendidikan yang berkaitan dengan dimensi fisik anak manusia, akan menghasilkan tingkah laku yang memiliki nilai tertentu. Berbeda dengan aspek fisik pada hewan, jika hewan telah dilatih ia akan memiliki keterampilan tertentu, tetapi tidak paham untuk apa keterampilan tersebut. Sedangkan pada manusia, keterampilan yang telah diperolehnya akan bermakna bagi kehidupannya, dan memahami untuk apa keterampilan itu dimanfaatkan.
Pada dimensi psikis yang kita upayakan dalam pendidikan, masih dapat diperinci lebih jauh lagi, yaitu aspek kognitif (seperti pengetahuan, pengertian, dsb), aspek afektif atau emosional (seperti perasaan, kesenangan, keindahan, dst), serta aspek psikomotorik yang mencakup berbagai jenis keterampilan (seperti tingkah laku sederhana; berjalan) sampai dengan yang sangat kompleks seperti menjadi pilot Boeing 747, dan pesawat luar ruang angkasa (chalanger).
Pada dimensi psikis, dapat diperinci lebih jauh lagi, yaitu aspek kognitif, aspek afektif (emosional) serta aspek psikomotorik yang mencakup berbagai jenis keterampilan  sampai  dengan yang sangat kompleks seperti misalnya menjadi pilot Boeing 747 dan pesawat luar angkasa.
Ada lagi pada dimensi spiritual, upaya pendidikan sangat erat sekali kaitannya dengan aspek keimanan dan ketaqwaan seorang kepada Allah Yang Maha Esa. Upaya pendidikan yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan pendidikan sekolah adalah, seperti contohnya: mengenalkan makhluk sebagai hasil ciptaan Allah, kekuasaan dan kemaha besaran Allah, tatanan dan wahyu yang diturunkan melalui Rasul dan para Nabi.
Menurut Suyitno (2012:97) dimensi proses pendidikan dibedakan menjadi empat, dilihat dari aspek tujuan dari pendidikan, yaitu dimensi individualitas, sosialitas, moralitas dan religiusitas. Dimensi individualitas, tujuan pendidikan adalah menghasilkan kedewasaan seseorang, dari aspek kemampuan memilih nilai sebagai acuan normatif kehidupannya sehingga ada kemandirian. Tujuan pendidikan berdasarkan dimensi sosialitas, yaitu menghasilkan kedewasaan seseorang dalam aspek kemampuannya dalam mengimplementasikan nilai-nilai sosial yang dijadikan rujukan kehidupan bersama dan kemampuan membangun suasana dan kondisi kemasyarakatan yang harmonis. Sedangkan berdasarkan dimensi moralitas, berkenaan dengan tercapainya kedewasaan seseorang dalam meyakini  norma-norma perilaku yang menjadi tatanan kehidupannya. Sedangkan dari dimensi religiusitas, tujuan pendidikan adalah manakala tercapainya kedewasaan seseorang dalam meyakini  dan mengamalkan nilai-nilai keyakinan agamanya secara konsekwen, sehingga seluruh kehidupannya berdasar pada aturan dan tatanan keyakinan agamanya.
Proses pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai jenis dimensi perilaku, yaitu dimensi fisik, psikis, dan dimensi spiritual. Dari aspek tujuan pendidikan, proses pendidikan dapat meliputi dimensi  individual, sosial, moral dan religius. Proses pendidikan tersebut, dapat dilaksanakan pada pendidikan formal, informal maupun nonformal. Pada hakikatnya proses pendidikan tidak memisahkan antara dimensi yang satu dengan yang lainnya, sehingga pendidikan dilakukan secara komprehensif dan integrated.

D. Tugas-tugas pokok perkembangan

Tugas-tugas perkembangan menurut Robert Havighurst (Suyitno, 2012:98) adalah tugas yang terdapat pada suatu tahap kehidupan seseorang, yang akan membawa individu kepada kebahagiaan dan keberhasilan dalam tugas-tugas pengembangan berikutnya, yaitu apabila tahap kehidupan tersebut dijalani dengan berhasil. Sebaliknya, kegagalan dalam melaksanakan tugas pengembangan, akan mengakibatkan kehidupan tidak bahagia pada individu, dan kesukaran-kesukaran lain dalam kehidupan kelak.
Tahap-tahap perkembangan menurut Erickson (Sikun,1984:156-159) yang dikutip oleh Suyitno (2012:98) adalah sebagai berikut:
1.      The sense of trust (kemampuan mempercayai), kira-kira umur 0 – 12 bulan. Kemampuan dan penghayatan ini telah mulai berkembang sejak bayi lahir, karena diliputi oleh suasana yang hangat, mesra, dan kasih sayang oleh ibu terhadap anak dan semua anggota keluarga, sehingga mempercayai bahwa segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Kemampuan ini adalah dasar kepercayaan pada orang lain, diri sendiri dan percaya bahwa hidup ini penuh dengan kebaikan. Anak yang tidak dapat mengembangkan kemampuan ini, akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidup, kurang dapat menghayati kebaikan-kebaikan dan kebahagiaan hidup, mudah gelisah, akan merasa kurang disayangi dan kurang dapat menyayangi orang lain, kurang dapat mempercayai diri sendiri dan orang lain.
2.      The sense of authonomy (kemampuan berdiri sendiri) kira-kira umur 1,5 – 3 tahun. Pada tahap ini anak menghadapi tugas untuk mempertegas kehadiranna sebagai manusia yang mempunyai kesadaran dan kemauan sendiri serta dapat berdiri sendiri, walaupun dalam hal-hal tertentu ia membutuhkan bantuan dan bimbingan dari orang lain. Pada masa ini, pendidik sebaiknya jangan meremehkan keberadaan anak, dan dijaga jangan sampai anak dipermalukan.
Pendidik harus mendukung perasaan anak, bahwa ia adalah pribadi yang mempunyai harga diri dan kita perlukan, dengan toleransi, penghargaan dan kehormatan. Kepercayaan tersebut, merupakan pantulan dari kondisi kejiwaan ibu dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri, maka kemampuan anak akan otonomi merupakan pantulan dari kondisi kejiwaan orang tuanya, yaitu bahwa mereka mempunyai perasaan harga diri yang mantap
3.      The sense of initiative (kemampuan berprakarsa) kira-kira umur 3,5 – 5,5 tahun. Anak ingin menemukan kemampuan yang tersimpan dalam dirinya. Dia mencari kesempatan dan rasa kebebasan untuk mengembangkan kemampuannya itu dengan banyak mencoba-coba, meniru orang lain, mengembangkan daya fantasinya, kreativitasnya dan inisiatifnya. Banyak kritikan, ejekan, penekanan kemampuannya, akan menghambat perkembangan kepribadiannya, untuk selanjutnya anak membutuhkan dorongan, penghargaan dan dukungan , bukan kritikan dan penekanan.
4.      The sense of accompplishment (kemampuan menyelesaikan tugas), kira-kira umur 6 – 12 tahun. Pada periode ini, anak nampak rajin dan aktif, karena ingin sekali untuk menjaga perasaan anak jangan sampai anak merasa dirinya rendah diri, merasa kurang mampu berprestasi. Pada satu pihak, kita harus menjaga jangan sampai anak ini kekurangan tantangan tugas-tugas untuk diselesaikan, dan pada pihak lain kita tidak boleh terlambat membebani anak dengan tugas-tugas yang dirasakan terlampau berat baginya, yaitu untuk menjaga jangan sampai ia merasa dirinya rendah atau timbul putus asa.
Periode ini juga dapat disebut umur sekoleh, oleh karena itu, anak tidak boleh gagal  dalam sekolahnyanya, ia harus dapat memperoleh kepuasan karena ia telah berhasil, dan rasa keberhasilan ini akan memperkuat perkembangan kepribadiannya. Setiap sukses akan memberikan perasaan mampu pada dirinya, mampu menyelesaikan tugas-tugas yang dijadikan modal untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lebih berat.
5.      The sense of identity (kemampuan menyakini identitasnya) kira-kira umur 12 – 18 tahun. Periode ini adalah periode remaja atau adolesensi, yaitu periode dimana anak mencari identitasnya, yang dapat menjawab siapakan dia, bagaimana sifat-sifat baiknya, bagaimana hubungannya dengan orang-orang lain. Mula-mula ia diombang-ambing antasa perasaan dirinya masih anak-anak, tetapi sebaliknya ia merasa sudah mulai dewasa. Dalam mencari keseimbangan pada dirinya untuk menemukan dirinya, ia mencoba-coba memainkan berbagai peranan, dimana ia mencoba mengidentifikasikan dirinya dengan berbagai tokoh yang dianggapnya berkepribadian. Ia ingin tahu orang bagaimanakah dia itu, bagaiman orang lain menilai dirinya, apakah dia sudah memenuhi norma-norma yang ideal. Pada umumnya, kesadaran akan identitas anak berkembang dari penilaian oleh kelompoknya, orang tuanya dan oleh dirinya.
6.      Tahap kedewasaan; ada tiga tahap periode ini yang dimulai dari tahap keakraban (intimacy), kemampuan mengurus (generavity), dan tahap keutuhan kepribadian (integrity).
a.       Intimacy (keakraban), merupakan ciri yang penting pada periode dewasa, yang memperlihatkan kedekatan kepada lain jenis, persahabatan, kepemimpinan, kasih sayang, cinta, perjuangan , persaingan dan cita-cita.
b.      Generativity (kemampuan mengurus), adalah cira yang menunjukan seseorang mampu mengurusi orang lain, baik terhadap keluarga maupun masyarakat, sehingga mampu membentuk membentuk keluarga, seperti suami mampu mengurusi istri atau sebaliknya dan terhadap anak-anaknya.
c.       Integritu (integritas kepribadian), merupakan tingkat kedewasaan yang penuh tanggung jawab, yang dapat menerima dirinya dan orang lain, memiliki rasa sayang terhadap sesama manusia lainnya, jujur, memiliki harga diri yang tinggi dan memiliki pandangan yang obyektif terhadap dirinya, terhadap orang lain dan terhadap segala peristiwa dalam kehidupan, serta memiliki kejiwaan yang stabil dan otentik (tidak dibuat-buat).
Tugas-tugas perkembangan juga berdasarkan pada kajian Havighursts yang dikutip oleh Yelon dan Weinstein (Suyitno, 2012:100) dapat diuraikan sebagai berikut:
No
Aspek perkembangan
Tingk. Perkemb. Bayi
Tingk. Perkemb. Anak-anak
Tingk. Perkemb. Adolesensi
Tingk. Perkemb. Dwasa Awal
1.
Motorik/gerak
Belajar berjlan, berbicara
Mengembangkan dan mempersiap-kan keterampilan fisik (adanya koor-dinasi gerak
Pertumbuhan menjadi cepat dan perubahan fisik pd masa pubertas.

2.
Mental
Pembentukan konsep-konsep sederhana ttg realitas lingku-ngn sosial mau-pun fisik.
Perkemb. Kete-rampilan yg men-dsr dlm membaca, menulis, dan ber-hitung
Perkembangan keterampilan intelektual dlm persiapan karier
Memulai me-ngenali jabatan dan peranan dlm masyara-kat
3.
Sosial
Belajar untuk berhubungan dengan orang lain.
Memulai adanya kerjasama dengan kelompok sebaya, mengembangkan sikap yang tertuju pada kelompok dan lembaga sosial
Secara emo-sional anak lbh bebas dari orang tuanya, karena adanya hubu-ngan baru dg kelompok sebayanya.
Mulai terbentuk gaya hidup orang dewasa, dapat menentukan lawan jenis dlm kelompok sosialnya.

Sedangkan ciri-ciri tingkah laku anak menurut kebudayaan barat menurut Suyitno (2012:100-101) yaitu sebagai berikut:
Bagan 2. Beberapa Tipe Tingkah Laku Anak dalam Kebudayaan Barat
Aspek
Anak kecil
Pra sekolah
Anak-anak
Adolesensi
Adolesensi akhir
Fisik
- sangat aktif
- belajar merangkak, memanjat, mkn  sen-diri, membangun balok-balok, dan mencakar
- Belajar membia-sakan buang air
- Sangat aktif
- Koordinasi mata dan tangan secara lbh baik, dapat mlompat, menangkap, meloncat, berjingkat, menggambar bentuk dan menulis lambat
Banyak belajar keterampilan tangan,
- Otot-otot berkembang lebih baik, bukan hanya sebagian saja
- kekuatan tubuh sudah meyakinkan, kuat dan telah terkoordinasi otot-otot secara baik
- mengikuti permainan dalam kelompok
- perkemb. selanjutnya seimbang, tangkas, sabar, dorongan, yang kuat, keterampilan yang lebih khusus
- pertumb. yang cepat dan kesadaran tubuh
- kematangan seks
- perkemb. kekuatan, kekuasaaan, fleksibel, cepat, tangkas,
- perbaikan keterampilan
- pertumb. tubuh mempunyai perbedaan proporsi
- secara fisik sudah matang
- keterampilan gerak sangat baik
Mental
- perkemb. bahasa dari menangis sampai kalimat yang jelas
- selalu bermain
- belajar konsep, warna, satu dan banyak
- benda-benda dilihat sebagaimana adanya
- egosentrik, memahami sedikit pandangan atau perasaan orang lain,
- bagasa dikembangkan lebih baik, berbicara dengan kalimat, perbendaharaan luas, tertarik dengan ceritera
- mempunyai kesulitan berfikir abstrak
- egosentrik sudah berkurang,
- mampu menggunakan simbol dan bahasa dalam memecahkan masalah dan komunikasi,
- rasa ingin tahu dan gemar membaca
Tertarik pada maksud kata-kata dan senda gurau
-membaca digunakan sebagai alat dan  untuk bergurau
- mulai dapat berfikir abstrak
- menguji dan menelaah hipotesa
- egosentrik karena menganggap bahwa setiap orang memper-hatikannya
- lebih dapat berfikir secara abstrak
- egosentrik hilang dengan adanya dunia kerja

Sosial
- menggunakan bhs utk menyatakan keinginanya,
- senang bermain sendiri
- senang bermain/berjalan-jalan dirumah
- menghargai kekuasaan
- mengikuti aturan
- berteman sepintas
- bermain dekat dan sendirian
- tertuju pd klpk yg masih ada pengaruh keluarga,
- ingin bebas
- mengagumi pahlawan
- memisahkan diri dari jenis kelamin lain
- adanya pengaruh klpk pada konsep diri
Terbentuknya suasana kelompok utk mencari nilai klpk
-teman sebatas pd umur dan jenis kelamin yg sama
- bercerita ttg kisah percintaan
Merahasiakan keinginan
- bebas dirumah,
- menyesu-aikan diri dg lingkungan
-tertarik pd jenis kelamin lain dan hubungan yang intim
Emosional
-menerima dan membutuhkan kasih sayang
-tergantung pd orangtua
-dari banyak menangis berkembang menjadi lebih tenang
-mulai tertuju pd bentuk2 pribadi laki2 atau perempuan
-terus menerus merepon dg baik
-terpusatnya pada dirinya
-semua harapan emosi dinyatakan
-banyak waktu menginggalkan rumah
-mengidenti-fikasi dg teman sebaya
-bergaya seperti org dewasa
-mudah melanggar
-berani dan percaya sec. Berlebihan
-ketidakter-gantungannya lebih menetap
-menanyakan ttg siapa pribadinya
-keragu-raguan antara kekanak-kanakan dengan kematangan
-secara emosional blum setabil
-mempunyai identitas kedudukan yang menetap dalm masyarakat
-banyak yg menolak utk menyesuai-kan diri
Respon orang dewasa
-berikan disiplin diri dg konsisten
-memberikan keamanan tanpa berlebihan dg perlindungan
-berceritalah dg anak dan tanggapi pembicaraannya
-berilah kesempatan utk melakukan dan penyelidikan
-pujilah anak-anak utk menyelesaikan tugasnya
-berilah anak secara kontinyu tanggung jawab dan kebebasan yg lebih banyak
-ujilah kordinasi yg dipusatkan pd perlombaan keseimbangan
-jawablah pertanyaan2
-berilah banyak penelitian obyek alam
-berilah kesempatan berinteraksi dengan kelompok kerja kecil
-gunakan program kegiatan
-perbanyak bahasa gerak termasuk cerita, dongeng, mengarang, mendiskusikan masalah-masalah, membuat aturan-aturan
Terimalah keinginannya utk bebas yg menambah tggung jwab
-berilah semangat berteman, gnakan pekerjaan dan bermain dg kelompok
-berilah semangat rasa ingin tahu,
-berilah ketetapan, keteguhan disiplin yg dapat diterima
-persaingan antara ide baru dg pandangan baru
-sampaikan hasil buku dan keadilah
-berilah contoh relasi sosial
-tenang pd kritik dan tekanan pd pujian
-berilah kesempatan bermain, baik dalam kelompok temannya secara individual, tertapi jangan terlalu menekankan pd fisik
-terimalah adanya pertambahan kematangan kendalikan kebebasannya, tetapi jangan keterlaluan
-berilah kesempatan utk berdiri sendiri dan bertanggung jawab
-hargailah pandangan anak remaja
-terimalah adannya kematangan
-berikanlah kesempatan yg luas pd bermain olahraga dan pekerjaan utk ketelitian
-libatkan pendidikan karier
-berilah kesempatan berkerja sendiri
-gunakan kelompok utk memecahkan masalah secara bersama-sama
-bantulah menciptkan dan memper-kuat aturan-aturan

E. Pemahaman Terhadap Perkembangan Pribadi Anak

Sebelum kita bahas mengenai pemahaman terhadap perkemangan anak, alangkah baiknya kita mengetahui arti dari pemahaman dan perkembangan dalam konteks psikologi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pemahaman dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Sedangkan perkembangan menurut Reni Akbar Hawadi “Perkembangan merujuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Di dalam istilah perkembanagn juga tercakup konsep usia, yang diawali dari saat pembuahan dan berakhir dengan kematian. (Desmita, 2009:9)
Sebagai makhluk sosial manusia selalu berinteraksi dengan orang lain, baik di rumah, di sekolah, atau di masyarakat. Pendidikan dan pengajaranpun pada dasarnya merupakan interaksi, interaksi antara pendidik dan terdidik. Interaksi antar individu manusia berbeda dengan hubungan antar benda yang hanya bersifat mekanistik, yang hanya dihubungkan dengan kabal, alatnya dinyalakan maka terjalinlah hubungan kerja antar keduanya. Pada manusia bukan hanya sekedar hubungan yang terjalin, tetapi suatu interaksi yaitu saling mempengaruhi, atau hubungan timbal balik. Interaksi manusia tidak bersifat mekanistik, tetapi beragam dan unik. (Sukmadinata, 2003:213)
Menurut Sukmadinata (2003:214) agar individu, terutama para pendidik dan pengajar dapat berinteraksi dengan individu lain, terutama dengan para terdidik dan siswanya, maka diperlukan suatu pemahaman. Baik pemahan tentang dirinya (self understanding) dan pemahaman tentang orang lain (understanding the other). Tanpa pemahaman yang mendalam dan meluas tentang diri sendiri dan orang lain tidak mungkin pendidik dan peserta didik dapat berinteraksi dengan baik.
Pemahaman terhadap perkembangan pribadi anak, tidak hanya dengan observasi, eksperimen, introspeksi dan empati yaitu kemampuannya dapat menempatkan diri dalam pribadi anak sehingga dunia kejiwaan anak bukan saja dapat dipahami, melainkan dapat diarifi. Pemahaman dunia anak bukan hanya sebagai biologis, melainkan sebagai makhluk psikis dan spiritual. Sebagai makhluk biologis, anak dapat dikenali dari segi kehidupan instinktifnya seperti insting mempertahankan diri, berkelahi, lari, berinteraksi dengan orang lain dan lain-lain. Sedangkan dari aspek Psikisnya, anak dapat dikenali dari berbagai dimensi kehidupan kejiwaannya diantaranya motivasinya, emosinya, kognisinya serta kehidupan psikomotornya. Pemaahman dunia anak merupakan upaya mengembangkan potensi anak agar memahami kemampuan dirinya, serta mencapai kedewasaan.

a.      Periodisasi Perkembangan

Berdasarkan kesamaan karakteristik dan segi-segi yang menonjol pada periode-periode tertentu, para ahli psikologi perkembangan membagi keseluruhan masa perkembangan atas tahap-tahap tertentu. Dalam bukunya Landasan Psikologi Proses Pendidikan karya Sukmadinata banyak paara ahli mengemukakan tahap perkembangan yang tidak selalu sama diantaranya:
1.      Aristoteles membagi tahap perkembangan menjadi tiga tahap, yaitu: masa kanak-kanak (0-7 thun), masa anak (7-14 tahun), masa remaja (14-21 tahun)
2.      Jean Jacques Rousseau mengemukakan empat tahap perkembangan diantaranya: bayi (0-2 tahun), masa kanak-kanak(2-12 tahun), masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja yang sesungguhnya(15-24 tahun).
3.      Stanley Hall membagi perkembangan anak atas empat tahap, yaitu: masa kanak-kanak(0-4 tahun), masa anak (4-8 tahun), masa remaja awal(8-12 tahun), masa adolesen (12 sampai dewasa).
4.      Sigmund Freud membagi perkembangan atas masa: oral(0-2 tahun), anal(2-4 tahun), falik (4-6 tahun), latensi (6-12 tahun), dan genital (12 tahun- dewasa).
5.      Piaget lebih melihat perkembangan dari segi intelektual, yang terdiri dari: sensori-motor(0-2 tahun), pra operasional(2-7 tahun), operasi konkrit(7-11 tahun), opersi formal (11 tahun ke atas).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa tahap perkembangan kehidupan anak secara umum dapat dibagi menjadi 4 periode sebagai berikut:
a.       Anak bayi (0-1 tahun)
b.      Kanak-kanak (1-5 tahun)
c.       Anak sekolah (6-12 tahun)
d.      Remaja atau adolesensi ( 12-18 tahun)
                                                         

b.      Karakteristik Umum Perkembangan

1.      Karakteristik Anak Bayi (0-1 tahun)
Menurut (Suyitno, 2012:102) fase bayi juga disebut periode vital (vita= hidup) dalam periode tersebut mempunyai makna mempertahankan hidup, yaitu anak dilengkapi dengan beberapa kemampuan, terutama dengan insting atau naluri. Perilaku mereaksi terhadap lingkungan itu terjadi tanpa belajar terlebih dahulu dan meliputi segi-segi kognitif(kesadaran), afektif (emosi), dan konatif(perilaku yang melibatkan sistem psiko-motorik) serta kejasmanian. Contoh perbuatan insting pada bayi adalah menangis sebagai reaksi dari rasa dingin, maka setelah di angkat dan dibelai oleh ibunya bayi itu akan diam. Selain isnting dalam menangis bayi juga sudah ada insting sosial sebagai alat untuk memungkinkan anak berkomunikasi dengan lingkungan sosial. Hal tersebut dapat kita amati ketika bayi akan tersenyum ketika ada ibunya mengajak bicara meskipun bayi tersebut belum mengerti apa yang di ucapkan oleh ibunya.
Selain insting sosial bayi juga sudah ada insting meniru dan insting refleks. Insting meniru dapat kita lihat dari anak yang suka meniru perbuatan ibunya, seperti meniru kata-kata “mama” dan terjadi pada awal bayi mulai berbicara. Sedangkan insting refleks dapat kita lihat apabila ada perubahan cahaya bayi akan berkedip bila cahayanya terlalu kuat. Model kejiwaan anak bayi selain insting dan refleks, juga adanya kemampuan untuk belajar meskipun belum dalam belajar intelektual. Anak kecil dapat belajar memegang benda, merangkak, duduk dan lain-lain. (Suyitno, 2012:103)
Dalam hal yang berkaitan dengan psikis anak, kita dapat memperhatikan adanya kesadaran sensor, artinya anak dapat mereaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar. Dan dengan potensi perluasan dunia, anak semangit aktif dalam penjelajahan ruang.penjelajahan ruang biasanya anak lakukan ketika dia sudah mulai bisa merangkak dan berjalan. Ia mulai mengenal berbagai ruangan di sekitarnya. (Suyitno:104)

2.      Karakteristik Kanak-kanak (3-5 tahun)
Masih dalam buku landasan pendidikan fase kanak-kanak dapat disebut juga usia pra sekolah sebagai periode peralihan dari masa bayi ke usia anka sekolah. Sebelum anak masuk sekolah, jiwanya telah matang untuk bersekolah, yaitu matang karena dipersiapkan di TK ataupun TPA dan jenis pendidikan anak pra sekolah. Kohnstamm (Suyitno, 2012:104) menyebut periode ini dengan periode estetika (keindahan). Periode ini mempunyai tiga ciri khas yang tidak terdapat pada periode lain, yaitu perkembangan emosi kegembiraan kehidupan, kebiasaan da fantasi. Ketiga ciri tesebt dapat berkembang dengan berbagai bentuk ekspresi diantaranya permainan, dongeng, nyanyian, dan menggambar.
Dalam masa hidup kanak-kanak yang bebas dan gembira, anak-anak dapar menikmati kebahagiaan hidupnya sebagai unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini pernah dikemukakan oleh J.J. Rousseau sebagai mana yang dikutip oleh (Suyitno, 2012:105) bahwa masa kanak-kanak adalah masa bahagia sebagai hak setiap anak dalam suasana kebebasan dan kegembiraan hidup. Dengan mengembangkan keempat jenis kegiatan, yaitu bermain, menyanyi, mendongeng, dan menggambar  anak dapat mengembangkan daya kreatifitasnya dengan banyak mempergunakan daya fantastisnya.
Perkembangan daya pengindraan juga berkembang pada periode ini yaitu penglihatan termasuk membedakan warna, pendengaran untuk mendengarkan nyanyian, meraba yang halus maupun yang kasar,mencicipi rasa, mencium bau dan lain-lain. Dan perkembangan lain yang sangat penting adalah perkembangan bahasa. Terdapat tiga jenis fungsi bahasa, yaitu untuk menyatakan isi hati dan perasaan, mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan sebagai fungsi berfikir dengan menggunakan berbagai jenis pengertian yang terkandung dalam tiap-tiap kata dan kalimat. (Suyitno, 2012:105)
Dari segi minat, anak memiliki minat egosentrik artinya segala perhatiannya masih berkisar pada kepentingan dan pandangan dirinya, dan belum dapat memahami kepentingan orang lain. (Suyitno, 2012:106)

3.      Karakteristik Anak Sekolah (6-12 tahun)
Periode ini oleh Kohnstamm disebut periode intelektual karena sebagian besar waktu digunakan untuk pengembangan intelektualnya. Perhatian anak sebagian besar ditunjukkan kepada dunia ilmu pengetahuan alam dan sekitarnya, dimana anak senang membaca tentang cerita petualangan yang menambah dunia pengalamannya. Pada periode ini anak mudah diberi tuags untuk dilaksanakan. (Suyitno, 2012:106)
Anak-anak usia sekolah memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, pendidik hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsure permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. (Desmita, 2009)
Menurut Havighurst (Desmita, 2009:35) tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:
1.      Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktifitas fisik.
2.      Membina hidup sehat
3.      Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
4.      Belajar menjalankan peran social sesuai dengan jenis kelamin.
5.      Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.
6.      Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berfikir efektif.
7.      Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.
8.      Mencapai kemandirian pribadi.
4.      Karakteristik Remaja atau Adolesensi (12-18 tahun)
Kohnstamm menyebut periode ini sebagai periode social karena dalam masa ini anak mempunyai minat terhadap hal-hal kemasyarakatan, dan senang hidup dalam ikatan organisasi atau berbagai klub. Pada tahapan ini perkembangan yang sangat menonjol yaitu perkembangan nafsu birahinya, karena aktifnya kelenjar-kelenjar hormone sex, dan mulai tertarik dengan lawan jenis. (Suyitno, 2012:106)
Menurut (Suyitno, 2012:106) Dalam perkembangan moralnya, anak remaja mulai mengenal nilai-nilai rohani, seperti nilai keberanian, keadilan, kebaikan, keindahan, dan ketuhanan. Anak mulai mencari identitas dirinya, inin tahu bagaimana orang lain menilai dirinya, memperhatikan nilai-nilai kemasyarakatan dan politik serta kebudayaan.
Desmita (2009:37) mengemukakan bahwa masa remaja ditandai dengan sejumlah karakter penting, yaitu:
1.      Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.
2.      Dapat menerima dan belajar peran social sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
3.      Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.
4.      Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
5.      Memilih dan mempersiapkan karier dimasa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya.
6.      Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.
7.      Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga Negara,
8.      Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara social.
9.      Memperoleh seperangkat nilai dan system etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.


EmoticonEmoticon