SUMBER |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
merupakan subjek dalam kehidupan, sebab sebagai makhluk ciptaan tuhan dialah
yang selalu melihat, bertanya, berpikir dan mempelajari segala sesuatu yang ada
dalam kehidupannya. Manusia bukan hanya tertarik
mempelajari apa yang ada pada lingkungannya atau sesuatu di luar dirinya tetapi
juga hal-hal tentang dirinya. Dengan kata lain manusia ingin mengetahui keadaan
manusia sendiri, manusia menjadi objek studi pemahaman dan pengkajian sesuatu
dari sudut karakteristik dan perilaku manusia, khususnya manusia sebagai
individu. Dasar-dasar pemahaman dan pengkajian tersebut diambil dari suatu
cabang ilmu yang disebut psikologi.
Pendidikan berintikan
interaksi antara pendidik dengan para peserta didik, yang berlangsung dalam
situasi pendidikan. Sesungguhnya situasi pendidikan itu tidak hanya berlangsung
di sekolah, tetapi juga diluar sekolah. Para pendidik terutama guru ataupun
calon guru sebagai individu membutuhkan pengetahuan tentang psikologi, tetapi
sebagai pendidik mereka membutuhkan pengetahuan tentang psikologi dalam
interaksi pendidikan. Interaksi pendidikan merupakan suatu interaksi yang
sangat kompleks dan unik, berintikan interaksi antar individu, tetapi
berlangsung dalam konteks yang bersifat pedagogis. Banyak segi, aspek, unsur
dan hubungan yang membutuhkan pemahaman secara psikologis, juga banyak
perlakuan, tindakan, layanan yang memerlukan dasar-dasar atau prinsip-prinsip
psikologis, dan banyak masalah yang perlu dianalisis dan diatasi dengan
pendekatan-pendekatan psikologis.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian yang telah diapaparkan diatas sebelumnya, maka masalah yang ingin
dipecahkan adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana definisi dari
landasan psikologi Pendidikan?
2.
Bagaimana situasi pergaulan
pendidikan?
3.
Bagaimana dimensi proses
pendidikan?
4.
Bagaimana tugas-tugas pokok
perkembangan?
5.
Bagaimana pemahaman terhadap
perkembangan kepribadian anak?
C.
Tujuan
Penulisan Masalah
Tujuan
dari makalah yang kami buat ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk menetahui definisi dari
landasan psikologi Pendidikan.
2.
Untuk mengetahui situasi
pergaulan pendidikan.
3.
Untuk mengetahui dimensi proses
pendidikan.
4.
Untuk mengetahui tugas-tugas
pokok perkembangan.
5.
Untuk mengetahui pemahaman
terhadap perkembangan kepribadian anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Landasan Psikologi
Pendidikan
Secara
etimologi psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa
dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi adalah ilmu jiwa.
Dewasa ini para ahli sepakat bahwa psikologi tidak lagi diaritikan sebagai ilmu
jiwa atau ilmu yang mempelajari jiwa atau mempelajari gejala-gejala jiwa,
tetapi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku atau kegiatan individu. Karena
ada beberapa keberatan terhadap pandangan lama. Pertama, jiwa adalah
sesuatu hal yang sukar sekali atau tidak dapat diamati secara langsung. Kedua,
jiwa adalah sesuatu yang ada, akan tetapi tidak dapat diteliti secara
langsung dengan menggunakan metode-metode penelitian biasa. Masalah jiwa adalah
urusan tuhan, kepada kita hanya diberi pengetahuan yang sangat sedikit tentang
hali tu. Ketiga, mempelajari jiwa berarti hanya mempelajari sebagian
saja dari individu atau manusia, dengan
demikian studi tersebut tidaklah lengkap. (Sukmadinata,
2003:18).
Menurut Chaplin (Syah, 2011:9) Psikologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam
segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan dalam sekitar
dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan.
Menurut Muhibbin
Syah (2011:10) dalam bukunya psikologi pendidikan mengemukakan bahwa
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku
terbuka dan tertutup pada manusia, baik sebagai individu ataupun kelompok,
dalam hubungannya dengan lingkungan.
Psikologi pendidikan menurut sebagian ahli yang dikutip oleh (Syah,
2011, hal. 12) adalah sub disiplin psikologi, bukan psikologi itu sendiri.
Mereka menganggap psikologi pendidikan tidak memiliki teori, konsep, dan metode
sendiri. Hal ini konon terbukti dengan banyaknya hasil-hasil riset psikologi
lain yang diangkat menjadi teori, konsep, dan metode psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan adalah sebuah sub
disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah pendidikan yang
berguna dalam hal-hal berikut ini:
1.
Penerapan
prinsip-prinsip belajar dalam kelas.
2.
Pengembangan dan
pembaruan kurikulum.
3.
Ujian dan evaluasi
bakat dan kemampuan.
4.
Sosialisasi
proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah
kognitif.
5.
Penyelenggaraan
pendidikan keguruan.
Psikologi pendidikan pada dasarnya adalah sebuah disiplin
psikologi yang menyelidiki masalah-masalah psikologis yang terjadi didalam
dunia pendidikan. Lalu, hasil penyelidikan ini dirimuskan kedalam bentuk
konsep, teori, dan metode yang dapat diterapkan untuk memecahkan
masalah-masalah yang berhubungan dengan proses belajar, proses mengajar, dan
proses belajar mengajar.
Proses kegiatan pendidikan melibatkan
proses interaksi psikho-fisik dalam soiso-kultural yang
antropologis-filosofis-normatif. Artinya, bahwa pendidikan adalah suatu
kegiatan yang menyangkut interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik
dalam suasana nilai-nilai budaya suatu masyarakat (sebagai lingkungan pendidikan)
yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, kegiatan
pendidikan selalu melibatkan aspek-aspek: kejiwaan, kebudayaan, kemasyarakatan,
norma-norma, dan kemanusiaan. Keseluruhan aspek-aspek tersebut tidak bisa
dipisahkan, sebab prosesnya merupakan kesatuan nilai yang integrated. Namun,
dalam kajian secara khusus ini, dalam menganalisis dasar-dasar psikologis apa
yang dapat dijadikan landasan teori dan praktek dalam pendidikan.
Berdasarkan
pengertian tersebut, landasan psikologis pendidikan adalah kajian tentang
aspek-aspek psikologis yang dapat menjadi dasar pemahaman bagi calon pendidik
untuk mengenali, menghayati dan mengaplikasikan konsep-konsep perkembangan
psikologis dari peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Salah
satu aspek tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya,
bukan hanya individu atau sekelompok siswa saja yang dicerdaskan, tetapi adalah
seluruh bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Dalam praktek pendidikan di sekolah,
guru sering berhadapan dengan individu atau sekelompok siswa di kelas, yang
kondisi maupun potensinya berbeda-beda. Perbedaan yang paling mudah diliat dari
aspek psikologisnya adalah kemampuan intelektual, afektifnya, dan
psikomotoriknya. Tugas mencerdaskan bangsa, bukan berarti yang dikembangkan
adalah kemampuan intelektualnya belaka, tetapi seluruh aspek kepribadian
manusia Indonesia yang meliputi: kecerdasan intelektual (IQ=Integent Quotion),
kecerdasan emosi (EI=Emotional Intelegence), dan masih banyak
kecerdasan-kecerdasan lain dalam diri manusia.
Kemampuan
intelektual adalah sebagai modal dasar insane yang paling tinggi, sehingga
manusia dibedakan dengan makhluk lain karena akalnya yang luar biasa. Dengan
perhatian terhadap masalah intelektual manusia, kita dapat mempelajari
dasar-dasar teori psikologi kognitif. Guru dan pendidik bukan hanya
memperhatikan aspek intelektualnya saja, walaupun aspek intelektual sangat
penting dalam kehidupan manusia, tetapi kebutuhan-kebutuhan manusia dalam
hidupnya sangat kompleks yang oleh A. H Maslow dalam buku Individual and
Society, mengkategorikan menjadi 5 tingkatan kebutuhan (Krech dkk, 1962: 76),
yaitu sebagai berikut:
1. Kebutuhan
fisik, contoh: lapar, haus
2. Kebutuhan
keamanan, contoh: keamanan, aturan
3. Kebutuhan
memiliki dan rasa cinta, contoh: kasih sayang, mengidentifikasi
4. Kebutuhan
penghargaan, contoh: prestasi, keberhasilan, harga diri
5. Kebutuhan
aktualisasi diri, contoh: kebutuhan untuk menyempurnakan diri
B.
Situasi Pergaulan Pendidikan
Proses pendidikan berlangsung antara
pendidik dan anak didik dalan bentuk pergaulan. Baik secara individual maupun
secara kolektif. Pergaulan tidak selalu dalam bentuk face to face (tatap
muka) seperti dalam keluarga ataaupun dalam sekolah, melainkan dapat terjadi
dengan mempergunakan surat menyurat, telepon,
radio, televisi, dan cybernetic (internet). Tidak setiap pergaulan
mempunyai sifat pendidikan, sebagai contoh menyuruh anak membeli rokok atau
minuman keras. Pergaulan pendidikan adalah hubungan antara dua pihak yang
mempunyai maksud yang disengaja untuk memperngaruhi anak didik, sehingga anak
didik tersebut berkembang menuju ke kedewasaan.
Dalam perkembangan menuju kedewasaan,
seorang pihak individu baik secara ilmiah maupun melalui proses pendidikan,
akan selalu melibatkan perkembangan seluruh aspek yang ada pada diri individu
itu, baik aspek fisik maupun psikhologisnya. Artinya, perkembangan individu
bukan hanya ditandai oleh pertumbuhan fisik semata, tetapi juga di barengi
dengan kematangan aspek psikologis dalam
rangka aktivitas tugas-tugas perkembangannya. Sebagai contoh, anak pada usia
remaja yang secara fisik mengalami perubahan dan pertumbuhan fisik yang cepat,
misalnya panjang kaki dan tangan yang kurang seimbang, sehingga menimbulkan
rasa rendah diri atau malu dihadapan teman temannya. Kondisi ini bisa
mempengaruhi konsentrasi belajar, sehingga prestasinya bisa menurun. Dengan
pemahaman perkembangan psikologis yang juga ditandai dengan perubahan secara
fisik, maka guru atau pendidik akan memberikan bimbingan yang tepat dalam mengatasi
permasalahan tersebut. Dalam proses pendidikan, kita akan banyak menghadapi
permasalahan pendidikan yang tidak sekedar berkaitan dengan masalah efisiensi
dan efektivitas hasil belajar, tetapi pokok permasalahannya adalah bagaimana
kita dapat memahami tugas-tugas perkembangan anak yang secara kontekstual dapat
berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
Dengan dasar pemikiran tersebut, proses
pendidikan tidak bisa langsung menghasilkan kondisi kedewasaan, karena proses
kedewasaan itu adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus tanpa
putus-putusnya. Oleh karena itu, pendidik harus bersikap sabar untuk dapat
menunggu tercapainya hasil pendidikannya, sehingga perubahan pada anak didik
yang kita harapkan cepat dewasa, tidak akan segera dapat kita saksikan.
Suatu lingkungan tersebut dapat
memancarkan suasana tertentu, misalnya suasana hangat, dingin, tegang,
bermusuhan, ramai, akrab, dsb. Anak-anak yang hidup dalam suasana rumah
tertentu akan berpengaruh terhadap perilakunya, menjadi anak yang hangat,
akrab, dingin, ramah, lincah, bermusuhan, dsb. Suasana tersebut banyak
dipengaruhi oleh sikap-sikap orang yang ada dalam rumah, dan hubungan
psiko-sosial antara anggota keluarga. Setiap anak memiliki potensi untuk
berkembang, dan oleh karena itu, pendidik mempunyai tugas untuk memahami
potensi yang dimiliki oleh setiap individu anak untuk mengarah perkembangannya
sesuai dengan cita-cita dan tujuan hidupnya.
Pemahaman terhadap potensi anak didik,
merupakan konsekuensi logis bahwa pendidik atau guru harus memahami secara
teoritis dan filosofis terhadap tugas-tugas perkembangan anak dan aspek-aspek
psikologi lainnya dalam rangka tugas mendidik. Tugas mendidik, ternyata
membutuhkan banyak pendekatan baik yang bersifat ilmiah, filsafah, dan religi.
Pendekatan ilmiah yang digunakan antara lain adalah pendekatan psikologis,
karena dalam mendidik memiliki tugas mengembangkan potensi yang dimiliki anak
dan memahami perilaku dan motivasinya dalam rangka tujuan pendidikan. Pemahaman
terhadap potensi dan perkembangan psikologis anak didik, dijukan agar dalam
memberikan bantuan perkembangan terhadap anak didik bisa secara tepat, baik
kebutuhannya maupun pendekatannya.
C.
Beberapa Dimensi Proses
Pendidikan
Pendidikan
pada dasarnya mempunyai dimeni tujuan untuk memperbaiki perilaku (behavior
modification, behavior improvement). Dari pengamatan sehari-hari, kita
dapat mengetahui bahwa hewan juga dapat diperbaiki tingkah lakunya, contoh:
kuda dapat dilatih sehingga dapat menari sebagai kuda renggong (keenian
Subang), anjing dilatih untuk bisa melacak jejak pencuri atau mengendus
obat-obat narkoba, dll. Namun dengan demikian, kita tidak bisa menyatakan bahwa
binatang bisa didik dan perlu pendidikan.
Dalam
pendidikan, intinya bukan terletak dalam perbaikan keterampilan seperti pada
hewan tersebut diatas, melainkan kita mendidik anak agar anak memiliki
integritas kepribadian, serta mampu berbuat secara bertanggung jawab. Kita tahu
perbuatan yang bertanggung jawab memerlukan kemampuan memilih nilai kesusilaan,
agar dapat berbuat kebaikan. Ini hanya mungkin, karena manusia mempunyai kata
hati, yaitu kemampuan manusia untuk membedakan antara nilai baik dan nilai
buruk, antara nilai jelek dengan nilai indah, antara nilai benar dan tidak
benar, nilai adil dan tidak adil, dsb. Kemampuan pada manusia inilah yang
memungkinkan manusia dapat dididik. Hewan dapat dilatih, tetapi tidak dapat
dididik, karena hewan tidak mempunyai kata hati yang akan dapat membedakan
norma-norma.
Sikun
Pribadi (1984) mengutip pendapat Kohnstamm seorang tokoh pendidik Belanda, yang
mengadakan pembedaan antara berbagai lapisan perilaku pada berbagai jenis
makhluk yang disebut “nevous van gedringen”, yaitu sebagai berikut:
1. Lapisan
perilaku anorganis, seperti peristiwa jatuh baik pada makhluk hidup maupun
mati, yang keduanya tunduk pada hukum alam yang berupa gaya tarik bumi atau
gravitasi
2. Lapisan
vegetatif atau nabati, yaitu lapisan tentang segala proses yang terdapat dalam
tubuh (pada tanaman, hewan, dan manusia) untuk memelihara kehidupan jasmani,
seperti pernapasan, pertukaran zat-zat dalam tubuh yang diambil dari alam
sekitar, seperti air, udara, makanan, dll.
3. Perilaku
animal atau hewani, yaitu lapisan yang sifatnya sudah berupa dorongan
yang bersifat instinktif atau naluriah, misalnya nafsu makan, dorongan seks,
nafsu berkelahi, dll. Perilaku ini dapat diperbaiki sampai pada tingkat
tertentu, melalui kegiatan latihan dan pembelajaran terbatas.
4. Perilaku
human atau insane atau manusiawi, yaitu lapisan perilaku yang hanya
dimiliki manusia. Lapisan ini meliputi potensi-potensi manusiawi, yaitu:
a. Adanya
kemauan yang dapat menguasai hawa nafsu, sehingga manusia dapat menunda
perbuatannya. Kemampuan ini berimplikasi pada kemampuan membuat perencanaan
untuk kegiatan yang akan dilakukan
b. Adanya
kesadaran intelektual, sehingga manusia dapat mengembangkan ilmunya, memecahkan
persoalan-persoalan dengan kemampuan logikanya dan kritisme
c. Adanya
kesadaran diri, yaitu kemampuan menyadari terhadap sifat-sifat yang ada pada
dirinya, menilai diri dan mengembangkan diri
d. Manusia
sebagai makhluk sosial, dapat mengatur hidupnya dengan orang lain, mengadakan
komunikasi, persahabatan, perkawinan, dan kehidupan bersama dengan sesame
manusia lain dalam masyarakat
e. Manusia
mempunyai bahasa simbolis, baik kata-kata ataupun tertulis, yang tidak ada pada
hewan
f.
Manusia dapat menyadari nilai-nilai,
seperti kesusilaan, kebenaran, keadilan, keindahan, dll. Demikian pula manusia
memiliki kata hati, yang memungkinkan ia dapat dididik menjadi manusia susila
yang mampu menciptakan karya-karya spektakuler dalam mengelola alam
5. Lapisan
mutlak (absolut). Dalam lapisan ini manusia dapat menghayati kehidupan beragama
dan religious, sehingga dapat berkomunikasi dengan Tuhan dan dapat menghayati
nilai-nilai kehidupan manusia yang tertinggi, yaitu kehidupan ketuhanan dan
nilai-nilai keberagamaan.
Ditinjau
dari segi pendidikan, maka lapisan perilaku yang menjadi bidang garapan ialah
jenis-jenis perilaku dari lapisan human dan mutlak. Dengan demikian lapisan
manusiawi sebagian besar menyangkut lapisan kejiwaan atau psikis, sedangkan
lapisan ke lima menyangkut kehidupan spiritual. Perlu ditekankan, bahwa setiap
lapisan yang lebih tinggi, didalamnya telah tercakup lapisan-lapisan yang lebih
rendah, jadi bukan pandangan tentang lapisan seperti kue lapis. Oleh karena
itu, sebaiknya kata lapisan sebagai terjemahan kata “niveaus” diganti
dengan dimensi-dimensi.
Berdasarkan
pendapat tersebut, dimensi-dimensi proses pendidikan berkaitan dengan dimensi
fisik, dimensi psikologis, dan dimensi spiritual. Dimensi fisik, lebih
menekankan pada bagaimana upaya pendidikan dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan motorik peserta didik dengan dasar pemahaman terhadap tugas-tugas
perkembangan fisik seseorang. Upaya pendidikan yang berkaitan dengan dimensi
fisik anak manusia, akan menghasilkan tingkah laku yang memiliki nilai
tertentu. Berbeda dengan aspek fisik pada hewan, jika hewan telah dilatih ia
akan memiliki keterampilan tertentu, tetapi tidak paham untuk apa keterampilan
tersebut. Sedangkan pada manusia, keterampilan yang telah diperolehnya akan
bermakna bagi kehidupannya, dan memahami untuk apa keterampilan itu
dimanfaatkan.
Pada
dimensi psikis yang kita upayakan dalam pendidikan, masih dapat diperinci lebih
jauh lagi, yaitu aspek kognitif (seperti pengetahuan, pengertian, dsb), aspek
afektif atau emosional (seperti perasaan, kesenangan, keindahan, dst), serta
aspek psikomotorik yang mencakup berbagai jenis keterampilan (seperti tingkah
laku sederhana; berjalan) sampai dengan yang sangat kompleks seperti menjadi
pilot Boeing 747, dan pesawat luar ruang angkasa (chalanger).
Pada dimensi psikis, dapat
diperinci lebih jauh lagi, yaitu aspek kognitif, aspek afektif (emosional)
serta aspek psikomotorik yang mencakup berbagai jenis keterampilan sampai
dengan yang sangat kompleks seperti misalnya menjadi pilot Boeing 747
dan pesawat luar angkasa.
Ada lagi pada dimensi spiritual,
upaya pendidikan sangat erat sekali kaitannya dengan aspek keimanan dan
ketaqwaan seorang kepada Allah Yang Maha Esa. Upaya pendidikan yang dapat
diimplementasikan dalam kehidupan pendidikan sekolah adalah, seperti contohnya:
mengenalkan makhluk sebagai hasil ciptaan Allah, kekuasaan dan kemaha besaran
Allah, tatanan dan wahyu yang diturunkan melalui Rasul dan para Nabi.
Menurut Suyitno (2012:97)
dimensi proses pendidikan dibedakan menjadi empat, dilihat dari aspek tujuan
dari pendidikan, yaitu dimensi individualitas, sosialitas, moralitas dan
religiusitas. Dimensi individualitas, tujuan pendidikan adalah menghasilkan
kedewasaan seseorang, dari aspek kemampuan memilih nilai sebagai acuan normatif
kehidupannya sehingga ada kemandirian. Tujuan pendidikan berdasarkan dimensi
sosialitas, yaitu menghasilkan kedewasaan seseorang dalam aspek kemampuannya
dalam mengimplementasikan nilai-nilai sosial yang dijadikan rujukan kehidupan
bersama dan kemampuan membangun suasana dan kondisi kemasyarakatan yang
harmonis. Sedangkan berdasarkan dimensi moralitas, berkenaan dengan tercapainya
kedewasaan seseorang dalam meyakini
norma-norma perilaku yang menjadi tatanan kehidupannya. Sedangkan dari
dimensi religiusitas, tujuan pendidikan adalah manakala tercapainya kedewasaan
seseorang dalam meyakini dan mengamalkan
nilai-nilai keyakinan agamanya secara konsekwen, sehingga seluruh kehidupannya
berdasar pada aturan dan tatanan keyakinan agamanya.
Proses pendidikan dapat
berlangsung dalam berbagai jenis dimensi perilaku, yaitu dimensi fisik, psikis,
dan dimensi spiritual. Dari aspek tujuan pendidikan, proses pendidikan dapat
meliputi dimensi individual, sosial,
moral dan religius. Proses pendidikan tersebut, dapat dilaksanakan pada
pendidikan formal, informal maupun nonformal. Pada hakikatnya proses pendidikan
tidak memisahkan antara dimensi yang satu dengan yang lainnya, sehingga
pendidikan dilakukan secara komprehensif dan integrated.
D.
Tugas-tugas pokok perkembangan
Tugas-tugas perkembangan menurut
Robert Havighurst (Suyitno, 2012:98) adalah tugas yang terdapat pada suatu tahap
kehidupan seseorang, yang akan membawa individu kepada kebahagiaan dan
keberhasilan dalam tugas-tugas pengembangan berikutnya, yaitu apabila tahap
kehidupan tersebut dijalani dengan berhasil. Sebaliknya, kegagalan dalam
melaksanakan tugas pengembangan, akan mengakibatkan kehidupan tidak bahagia
pada individu, dan kesukaran-kesukaran lain dalam kehidupan kelak.
Tahap-tahap perkembangan menurut
Erickson (Sikun,1984:156-159) yang dikutip oleh Suyitno (2012:98) adalah
sebagai berikut:
1. The
sense of trust (kemampuan mempercayai), kira-kira umur 0 – 12 bulan. Kemampuan
dan penghayatan ini telah mulai berkembang sejak bayi lahir, karena diliputi
oleh suasana yang hangat, mesra, dan kasih sayang oleh ibu terhadap anak dan
semua anggota keluarga, sehingga mempercayai bahwa segala kebutuhan hidupnya
terpenuhi. Kemampuan ini adalah dasar kepercayaan pada orang lain, diri sendiri
dan percaya bahwa hidup ini penuh dengan kebaikan. Anak yang tidak dapat
mengembangkan kemampuan ini, akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidup,
kurang dapat menghayati kebaikan-kebaikan dan kebahagiaan hidup, mudah gelisah,
akan merasa kurang disayangi dan kurang dapat menyayangi orang lain, kurang
dapat mempercayai diri sendiri dan orang lain.
2. The
sense of authonomy (kemampuan berdiri sendiri) kira-kira umur 1,5 – 3 tahun.
Pada tahap ini anak menghadapi tugas untuk mempertegas kehadiranna sebagai
manusia yang mempunyai kesadaran dan kemauan sendiri serta dapat berdiri
sendiri, walaupun dalam hal-hal tertentu ia membutuhkan bantuan dan bimbingan
dari orang lain. Pada masa ini, pendidik sebaiknya jangan meremehkan keberadaan
anak, dan dijaga jangan sampai anak dipermalukan.
Pendidik
harus mendukung perasaan anak, bahwa ia adalah pribadi yang mempunyai harga
diri dan kita perlukan, dengan toleransi, penghargaan dan kehormatan.
Kepercayaan tersebut, merupakan pantulan dari kondisi kejiwaan ibu dengan penuh
kepercayaan pada diri sendiri, maka kemampuan anak akan otonomi merupakan
pantulan dari kondisi kejiwaan orang tuanya, yaitu bahwa mereka mempunyai
perasaan harga diri yang mantap
3. The
sense of initiative (kemampuan berprakarsa) kira-kira umur 3,5 – 5,5 tahun.
Anak ingin menemukan kemampuan yang tersimpan dalam dirinya. Dia mencari
kesempatan dan rasa kebebasan untuk mengembangkan kemampuannya itu dengan
banyak mencoba-coba, meniru orang lain, mengembangkan daya fantasinya,
kreativitasnya dan inisiatifnya. Banyak kritikan, ejekan, penekanan
kemampuannya, akan menghambat perkembangan kepribadiannya, untuk selanjutnya
anak membutuhkan dorongan, penghargaan dan dukungan , bukan kritikan dan
penekanan.
4. The
sense of accompplishment (kemampuan menyelesaikan tugas), kira-kira umur 6 – 12
tahun. Pada periode ini, anak nampak rajin dan aktif, karena ingin sekali untuk
menjaga perasaan anak jangan sampai anak merasa dirinya rendah diri, merasa
kurang mampu berprestasi. Pada satu pihak, kita harus menjaga jangan sampai
anak ini kekurangan tantangan tugas-tugas untuk diselesaikan, dan pada pihak
lain kita tidak boleh terlambat membebani anak dengan tugas-tugas yang
dirasakan terlampau berat baginya, yaitu untuk menjaga jangan sampai ia merasa
dirinya rendah atau timbul putus asa.
Periode
ini juga dapat disebut umur sekoleh, oleh karena itu, anak tidak boleh
gagal dalam sekolahnyanya, ia harus
dapat memperoleh kepuasan karena ia telah berhasil, dan rasa keberhasilan ini
akan memperkuat perkembangan kepribadiannya. Setiap sukses akan memberikan
perasaan mampu pada dirinya, mampu menyelesaikan tugas-tugas yang dijadikan
modal untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lebih berat.
5. The
sense of identity (kemampuan menyakini identitasnya) kira-kira umur 12 – 18
tahun. Periode ini adalah periode remaja atau adolesensi, yaitu periode dimana
anak mencari identitasnya, yang dapat menjawab siapakan dia, bagaimana
sifat-sifat baiknya, bagaimana hubungannya dengan orang-orang lain. Mula-mula
ia diombang-ambing antasa perasaan dirinya masih anak-anak, tetapi sebaliknya
ia merasa sudah mulai dewasa. Dalam mencari keseimbangan pada dirinya untuk
menemukan dirinya, ia mencoba-coba memainkan berbagai peranan, dimana ia
mencoba mengidentifikasikan dirinya dengan berbagai tokoh yang dianggapnya
berkepribadian. Ia ingin tahu orang bagaimanakah dia itu, bagaiman orang lain
menilai dirinya, apakah dia sudah memenuhi norma-norma yang ideal. Pada
umumnya, kesadaran akan identitas anak berkembang dari penilaian oleh
kelompoknya, orang tuanya dan oleh dirinya.
6. Tahap
kedewasaan; ada tiga tahap periode ini yang dimulai dari tahap keakraban
(intimacy), kemampuan mengurus (generavity), dan tahap keutuhan kepribadian
(integrity).
a. Intimacy
(keakraban), merupakan ciri yang penting pada periode dewasa, yang
memperlihatkan kedekatan kepada lain jenis, persahabatan, kepemimpinan, kasih
sayang, cinta, perjuangan , persaingan dan cita-cita.
b. Generativity
(kemampuan mengurus), adalah cira yang menunjukan seseorang mampu mengurusi
orang lain, baik terhadap keluarga maupun masyarakat, sehingga mampu membentuk
membentuk keluarga, seperti suami mampu mengurusi istri atau sebaliknya dan
terhadap anak-anaknya.
c. Integritu
(integritas kepribadian), merupakan tingkat kedewasaan yang penuh tanggung
jawab, yang dapat menerima dirinya dan orang lain, memiliki rasa sayang
terhadap sesama manusia lainnya, jujur, memiliki harga diri yang tinggi dan
memiliki pandangan yang obyektif terhadap dirinya, terhadap orang lain dan
terhadap segala peristiwa dalam kehidupan, serta memiliki kejiwaan yang stabil
dan otentik (tidak dibuat-buat).
Tugas-tugas perkembangan juga
berdasarkan pada kajian Havighursts yang dikutip oleh Yelon dan Weinstein
(Suyitno, 2012:100) dapat diuraikan sebagai berikut:
No
|
Aspek perkembangan
|
Tingk. Perkemb. Bayi
|
Tingk. Perkemb. Anak-anak
|
Tingk. Perkemb. Adolesensi
|
Tingk. Perkemb. Dwasa Awal
|
1.
|
Motorik/gerak
|
Belajar berjlan, berbicara
|
Mengembangkan dan mempersiap-kan keterampilan fisik
(adanya koor-dinasi gerak
|
Pertumbuhan menjadi cepat dan perubahan fisik pd masa
pubertas.
|
|
2.
|
Mental
|
Pembentukan konsep-konsep sederhana ttg realitas lingku-ngn
sosial mau-pun fisik.
|
Perkemb. Kete-rampilan yg men-dsr dlm membaca, menulis, dan ber-hitung
|
Perkembangan keterampilan intelektual dlm persiapan
karier
|
Memulai me-ngenali jabatan dan peranan dlm masyara-kat
|
3.
|
Sosial
|
Belajar untuk berhubungan dengan orang lain.
|
Memulai adanya kerjasama dengan kelompok sebaya, mengembangkan
sikap yang tertuju pada kelompok dan lembaga sosial
|
Secara emo-sional anak lbh bebas dari orang tuanya, karena
adanya hubu-ngan baru dg kelompok sebayanya.
|
Mulai terbentuk gaya hidup orang dewasa, dapat
menentukan lawan jenis dlm kelompok sosialnya.
|
Sedangkan
ciri-ciri tingkah laku anak menurut kebudayaan barat menurut Suyitno
(2012:100-101) yaitu sebagai berikut:
Bagan
2. Beberapa Tipe Tingkah Laku Anak dalam Kebudayaan Barat
Aspek
|
Anak kecil
|
Pra sekolah
|
Anak-anak
|
Adolesensi
|
Adolesensi akhir
|
Fisik
|
- sangat aktif
- belajar merangkak, memanjat, mkn sen-diri, membangun balok-balok, dan
mencakar
- Belajar membia-sakan buang air
|
- Sangat aktif
- Koordinasi mata dan tangan secara lbh baik, dapat
mlompat, menangkap, meloncat, berjingkat, menggambar bentuk dan menulis
lambat
Banyak belajar keterampilan tangan,
- Otot-otot berkembang lebih baik, bukan hanya sebagian
saja
|
- kekuatan tubuh sudah meyakinkan, kuat dan telah
terkoordinasi otot-otot secara baik
- mengikuti permainan dalam kelompok
- perkemb. selanjutnya seimbang, tangkas, sabar,
dorongan, yang kuat, keterampilan yang lebih khusus
|
- pertumb. yang cepat dan kesadaran tubuh
- kematangan seks
- perkemb. kekuatan, kekuasaaan, fleksibel, cepat,
tangkas,
- perbaikan keterampilan
- pertumb. tubuh mempunyai perbedaan proporsi
|
- secara fisik sudah matang
- keterampilan gerak sangat baik
|
Mental
|
- perkemb. bahasa dari menangis sampai kalimat yang
jelas
- selalu bermain
- belajar konsep, warna, satu dan banyak
- benda-benda dilihat sebagaimana adanya
|
- egosentrik, memahami sedikit pandangan atau perasaan
orang lain,
- bagasa dikembangkan lebih baik, berbicara dengan
kalimat, perbendaharaan luas, tertarik dengan ceritera
- mempunyai kesulitan berfikir abstrak
|
- egosentrik sudah berkurang,
- mampu menggunakan simbol dan bahasa dalam memecahkan
masalah dan komunikasi,
- rasa ingin tahu dan gemar membaca
Tertarik pada maksud kata-kata dan senda gurau
-membaca digunakan sebagai alat dan untuk bergurau
|
- mulai dapat berfikir abstrak
- menguji dan menelaah hipotesa
- egosentrik karena menganggap bahwa setiap orang
memper-hatikannya
|
- lebih dapat berfikir secara abstrak
- egosentrik hilang dengan adanya dunia kerja
|
Sosial
|
- menggunakan bhs utk menyatakan keinginanya,
- senang bermain sendiri
- senang bermain/berjalan-jalan dirumah
|
- menghargai kekuasaan
- mengikuti aturan
- berteman sepintas
- bermain dekat dan sendirian
|
- tertuju pd klpk yg masih ada pengaruh keluarga,
- ingin bebas
- mengagumi pahlawan
- memisahkan diri dari jenis kelamin lain
- adanya pengaruh klpk pada konsep diri
|
Terbentuknya suasana kelompok utk mencari nilai klpk
-teman sebatas pd umur dan jenis kelamin yg sama
- bercerita ttg kisah percintaan
Merahasiakan keinginan
|
- bebas dirumah,
- menyesu-aikan diri dg lingkungan
-tertarik pd jenis kelamin lain dan hubungan yang intim
|
Emosional
|
-menerima dan membutuhkan kasih sayang
-tergantung pd orangtua
-dari banyak menangis berkembang menjadi lebih tenang
|
-mulai tertuju pd bentuk2 pribadi laki2 atau perempuan
-terus menerus merepon dg baik
-terpusatnya pada dirinya
-semua harapan emosi dinyatakan
|
-banyak waktu menginggalkan rumah
-mengidenti-fikasi dg teman sebaya
-bergaya seperti org dewasa
-mudah melanggar
-berani dan percaya sec. Berlebihan
|
-ketidakter-gantungannya lebih menetap
-menanyakan ttg siapa pribadinya
-keragu-raguan antara kekanak-kanakan dengan kematangan
-secara emosional blum setabil
|
-mempunyai identitas kedudukan yang menetap dalm
masyarakat
-banyak yg menolak utk menyesuai-kan diri
|
Respon orang dewasa
|
-berikan disiplin diri dg konsisten
-memberikan keamanan tanpa berlebihan dg perlindungan
-berceritalah dg anak dan tanggapi pembicaraannya
-berilah kesempatan utk melakukan dan penyelidikan
-pujilah anak-anak utk menyelesaikan tugasnya
|
-berilah anak secara kontinyu tanggung jawab dan
kebebasan yg lebih banyak
-ujilah kordinasi yg dipusatkan pd perlombaan
keseimbangan
-jawablah pertanyaan2
-berilah banyak penelitian obyek alam
-berilah kesempatan berinteraksi dengan kelompok kerja
kecil
-gunakan program kegiatan
-perbanyak bahasa gerak termasuk cerita, dongeng,
mengarang, mendiskusikan masalah-masalah, membuat aturan-aturan
|
Terimalah keinginannya utk bebas yg menambah tggung
jwab
-berilah semangat berteman, gnakan pekerjaan dan
bermain dg kelompok
-berilah semangat rasa ingin tahu,
-berilah ketetapan, keteguhan disiplin yg dapat
diterima
-persaingan antara ide baru dg pandangan baru
-sampaikan hasil buku dan keadilah
-berilah contoh relasi sosial
-tenang pd kritik dan tekanan pd pujian
|
-berilah kesempatan bermain, baik dalam kelompok
temannya secara individual, tertapi jangan terlalu menekankan pd fisik
-terimalah adanya pertambahan kematangan kendalikan
kebebasannya, tetapi jangan keterlaluan
-berilah kesempatan utk berdiri sendiri dan bertanggung
jawab
|
-hargailah pandangan anak remaja
-terimalah adannya kematangan
-berikanlah kesempatan yg luas pd bermain olahraga dan
pekerjaan utk ketelitian
-libatkan pendidikan karier
-berilah kesempatan berkerja sendiri
-gunakan kelompok utk memecahkan masalah secara
bersama-sama
-bantulah menciptkan dan memper-kuat aturan-aturan
|
E.
Pemahaman Terhadap Perkembangan Pribadi Anak
Sebelum kita bahas mengenai
pemahaman terhadap perkemangan anak, alangkah baiknya kita mengetahui arti dari
pemahaman dan perkembangan dalam konteks psikologi. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia pemahaman dapat diartikan sebagai proses,
cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Sedangkan perkembangan menurut
Reni Akbar Hawadi “Perkembangan merujuk pada keseluruhan proses perubahan dari
potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan
ciri-ciri yang baru. Di dalam istilah perkembanagn juga tercakup konsep usia,
yang diawali dari saat pembuahan dan berakhir dengan kematian. (Desmita, 2009:9)
Sebagai makhluk sosial manusia
selalu berinteraksi dengan orang lain, baik di rumah, di sekolah, atau di
masyarakat. Pendidikan dan pengajaranpun pada dasarnya merupakan interaksi,
interaksi antara pendidik dan terdidik. Interaksi antar individu manusia berbeda
dengan hubungan antar benda yang hanya bersifat mekanistik, yang hanya
dihubungkan dengan kabal, alatnya dinyalakan maka terjalinlah hubungan kerja
antar keduanya. Pada manusia bukan hanya sekedar hubungan yang terjalin, tetapi
suatu interaksi yaitu saling mempengaruhi, atau hubungan timbal balik.
Interaksi manusia tidak bersifat mekanistik, tetapi beragam dan unik. (Sukmadinata, 2003:213)
Menurut Sukmadinata (2003:214) agar individu, terutama para pendidik dan pengajar
dapat berinteraksi dengan individu lain, terutama dengan para terdidik dan
siswanya, maka diperlukan suatu pemahaman. Baik pemahan tentang dirinya (self
understanding) dan pemahaman tentang orang lain (understanding the other).
Tanpa pemahaman yang mendalam dan meluas tentang diri sendiri dan orang lain
tidak mungkin pendidik dan peserta didik dapat berinteraksi dengan baik.
Pemahaman
terhadap perkembangan pribadi anak, tidak hanya dengan observasi, eksperimen,
introspeksi dan empati yaitu kemampuannya dapat menempatkan diri dalam pribadi
anak sehingga dunia kejiwaan anak bukan saja dapat dipahami, melainkan dapat
diarifi. Pemahaman dunia anak bukan hanya sebagai biologis, melainkan sebagai
makhluk psikis dan spiritual. Sebagai makhluk biologis, anak dapat dikenali
dari segi kehidupan instinktifnya seperti insting mempertahankan diri,
berkelahi, lari, berinteraksi dengan orang lain dan lain-lain. Sedangkan dari
aspek Psikisnya, anak dapat dikenali dari berbagai dimensi kehidupan
kejiwaannya diantaranya motivasinya, emosinya, kognisinya serta kehidupan
psikomotornya. Pemaahman dunia anak merupakan upaya mengembangkan potensi anak
agar memahami kemampuan dirinya, serta mencapai kedewasaan.
a.
Periodisasi Perkembangan
Berdasarkan
kesamaan karakteristik dan segi-segi yang menonjol pada periode-periode
tertentu, para ahli psikologi perkembangan membagi keseluruhan masa
perkembangan atas tahap-tahap tertentu. Dalam bukunya Landasan Psikologi
Proses Pendidikan karya Sukmadinata banyak paara ahli mengemukakan tahap
perkembangan yang tidak selalu sama diantaranya:
1. Aristoteles
membagi tahap perkembangan menjadi tiga tahap, yaitu: masa kanak-kanak (0-7
thun), masa anak (7-14 tahun), masa remaja (14-21 tahun)
2. Jean
Jacques Rousseau mengemukakan empat tahap perkembangan diantaranya: bayi (0-2
tahun), masa kanak-kanak(2-12 tahun), masa remaja awal (12-15 tahun), masa
remaja yang sesungguhnya(15-24 tahun).
3. Stanley
Hall membagi perkembangan anak atas empat tahap, yaitu: masa kanak-kanak(0-4
tahun), masa anak (4-8 tahun), masa remaja awal(8-12 tahun), masa adolesen (12
sampai dewasa).
4. Sigmund
Freud membagi perkembangan atas masa: oral(0-2 tahun), anal(2-4 tahun), falik
(4-6 tahun), latensi (6-12 tahun), dan genital (12 tahun- dewasa).
5. Piaget
lebih melihat perkembangan dari segi intelektual, yang terdiri dari: sensori-motor(0-2
tahun), pra operasional(2-7 tahun), operasi konkrit(7-11 tahun), opersi formal
(11 tahun ke atas).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa
tahap perkembangan kehidupan anak secara umum dapat dibagi menjadi 4 periode
sebagai berikut:
a. Anak
bayi (0-1 tahun)
b. Kanak-kanak
(1-5 tahun)
c. Anak
sekolah (6-12 tahun)
d. Remaja
atau adolesensi ( 12-18 tahun)
b.
Karakteristik Umum Perkembangan
1. Karakteristik
Anak Bayi (0-1 tahun)
Menurut (Suyitno, 2012:102)
fase bayi juga disebut periode vital (vita= hidup) dalam periode tersebut
mempunyai makna mempertahankan hidup, yaitu anak dilengkapi dengan beberapa
kemampuan, terutama dengan insting atau naluri. Perilaku mereaksi terhadap
lingkungan itu terjadi tanpa belajar terlebih dahulu dan meliputi segi-segi
kognitif(kesadaran), afektif (emosi), dan konatif(perilaku yang melibatkan
sistem psiko-motorik) serta kejasmanian. Contoh perbuatan insting pada bayi
adalah menangis sebagai reaksi dari rasa dingin, maka setelah di angkat dan
dibelai oleh ibunya bayi itu akan diam. Selain isnting dalam menangis bayi juga
sudah ada insting sosial sebagai alat untuk memungkinkan anak berkomunikasi
dengan lingkungan sosial. Hal tersebut dapat kita amati ketika bayi akan
tersenyum ketika ada ibunya mengajak bicara meskipun bayi tersebut belum mengerti
apa yang di ucapkan oleh ibunya.
Selain insting sosial bayi juga sudah ada insting meniru dan
insting refleks. Insting meniru dapat kita lihat dari anak yang suka meniru
perbuatan ibunya, seperti meniru kata-kata “mama” dan terjadi pada awal bayi mulai
berbicara. Sedangkan insting refleks dapat kita lihat apabila ada perubahan
cahaya bayi akan berkedip bila cahayanya terlalu kuat. Model kejiwaan anak bayi
selain insting dan refleks, juga adanya kemampuan untuk belajar meskipun belum
dalam belajar intelektual. Anak kecil dapat belajar memegang benda, merangkak,
duduk dan lain-lain. (Suyitno, 2012:103)
Dalam hal yang berkaitan dengan psikis anak, kita dapat
memperhatikan adanya kesadaran sensor, artinya anak dapat mereaksi terhadap
rangsangan yang datang dari luar. Dan dengan potensi perluasan dunia, anak
semangit aktif dalam penjelajahan ruang.penjelajahan ruang biasanya anak
lakukan ketika dia sudah mulai bisa merangkak dan berjalan. Ia mulai mengenal
berbagai ruangan di sekitarnya.
(Suyitno:104)
2. Karakteristik
Kanak-kanak (3-5 tahun)
Masih dalam buku landasan pendidikan fase kanak-kanak
dapat disebut juga usia pra sekolah sebagai periode peralihan dari masa bayi ke
usia anka sekolah. Sebelum anak masuk sekolah, jiwanya telah matang untuk
bersekolah, yaitu matang karena dipersiapkan di TK ataupun TPA dan jenis
pendidikan anak pra sekolah. Kohnstamm (Suyitno, 2012:104)
menyebut periode ini dengan periode estetika (keindahan). Periode ini mempunyai
tiga ciri khas yang tidak terdapat pada periode lain, yaitu perkembangan emosi
kegembiraan kehidupan, kebiasaan da fantasi. Ketiga ciri tesebt dapat
berkembang dengan berbagai bentuk ekspresi diantaranya permainan, dongeng,
nyanyian, dan menggambar.
Dalam masa hidup kanak-kanak yang bebas dan gembira, anak-anak
dapar menikmati kebahagiaan hidupnya sebagai unsur yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Hal ini pernah dikemukakan oleh J.J. Rousseau sebagai mana
yang dikutip oleh (Suyitno, 2012:105)
bahwa masa kanak-kanak adalah masa bahagia sebagai hak setiap anak dalam
suasana kebebasan dan kegembiraan hidup. Dengan mengembangkan keempat jenis
kegiatan, yaitu bermain, menyanyi, mendongeng, dan menggambar anak dapat mengembangkan daya kreatifitasnya
dengan banyak mempergunakan daya fantastisnya.
Perkembangan daya pengindraan juga berkembang pada periode
ini yaitu penglihatan termasuk membedakan warna, pendengaran untuk mendengarkan
nyanyian, meraba yang halus maupun yang kasar,mencicipi rasa, mencium bau dan
lain-lain. Dan perkembangan lain yang sangat penting adalah perkembangan
bahasa. Terdapat tiga jenis fungsi bahasa, yaitu untuk menyatakan isi hati dan
perasaan, mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan sebagai fungsi berfikir
dengan menggunakan berbagai jenis pengertian yang terkandung dalam tiap-tiap
kata dan kalimat. (Suyitno, 2012:105)
Dari segi minat, anak memiliki minat egosentrik artinya
segala perhatiannya masih berkisar pada kepentingan dan pandangan dirinya, dan
belum dapat memahami kepentingan orang lain. (Suyitno, 2012:106)
3. Karakteristik
Anak Sekolah (6-12 tahun)
Periode ini oleh Kohnstamm disebut periode intelektual
karena sebagian besar waktu digunakan untuk pengembangan intelektualnya.
Perhatian anak sebagian besar ditunjukkan kepada dunia ilmu pengetahuan alam
dan sekitarnya, dimana anak senang membaca tentang cerita petualangan yang
menambah dunia pengalamannya. Pada periode ini anak mudah diberi tuags untuk
dilaksanakan. (Suyitno, 2012:106)
Anak-anak usia sekolah memiliki karakteristik yang berbeda
dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak,
senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu
secara langsung. Oleh sebab itu, pendidik hendaknya mengembangkan pembelajaran
yang mengandung unsure permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak,
bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat
langsung dalam pembelajaran. (Desmita, 2009)
Menurut Havighurst (Desmita,
2009:35) tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:
1. Menguasai
keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktifitas fisik.
2. Membina
hidup sehat
3. Belajar
bergaul dan bekerja dalam kelompok.
4. Belajar
menjalankan peran social sesuai dengan jenis kelamin.
5. Belajar
membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.
6. Memperoleh
sejumlah konsep yang diperlukan untuk berfikir efektif.
7. Mengembangkan
kata hati, moral dan nilai-nilai.
8. Mencapai
kemandirian pribadi.
4. Karakteristik
Remaja atau Adolesensi (12-18 tahun)
Kohnstamm menyebut periode ini sebagai periode social karena
dalam masa ini anak mempunyai minat terhadap hal-hal kemasyarakatan, dan senang
hidup dalam ikatan organisasi atau berbagai klub. Pada tahapan ini perkembangan
yang sangat menonjol yaitu perkembangan nafsu birahinya, karena aktifnya
kelenjar-kelenjar hormone sex, dan mulai tertarik dengan lawan jenis. (Suyitno, 2012:106)
Menurut (Suyitno, 2012:106)
Dalam perkembangan moralnya, anak remaja mulai mengenal nilai-nilai rohani,
seperti nilai keberanian, keadilan, kebaikan, keindahan, dan ketuhanan. Anak
mulai mencari identitas dirinya, inin tahu bagaimana orang lain menilai
dirinya, memperhatikan nilai-nilai kemasyarakatan dan politik serta kebudayaan.
Desmita (2009:37) mengemukakan bahwa masa remaja ditandai
dengan sejumlah karakter penting, yaitu:
1. Mencapai
hubungan yang matang dengan teman sebaya.
2. Dapat
menerima dan belajar peran social sebagai pria atau wanita dewasa yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat.
3. Menerima
keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.
4. Mencapai
kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
5. Memilih
dan mempersiapkan karier dimasa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya.
6. Mengembangkan
sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.
7. Mengembangkan
keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga
Negara,
8. Mencapai
tingkah laku yang bertanggung jawab secara social.
9. Memperoleh
seperangkat nilai dan system etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
Mengembangkan wawasan
keagamaan dan meningkatkan religiusitas.
EmoticonEmoticon