SafelinkU | Shorten your link and earn money

Jun 10, 2018

PENGEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

SUMBER
A. Sejarah Kurikulum Di Indonesia
Menurut Kusumo sebagaimana yang dikutip oleh Hidayat (2011:217) Sejarah kurikulum di Indonesia meskipun tidak ada data pasti, tetapi dapat dilacak keberadaannya pada masa pra kolonial. Perjalanan panjang perkembangan pendidikan di Indonesia dapat ditelusuri sejak zaman Hindu dan Buddha pada abad ke-5 Masehi. Hanya saja, proses pendidikannya masih sederhana dan sangat dipengaruhi oleh kedua ajaran agama tersebut. Meskipun pada saat itu kurikulum tidak tersedia dalam sebuah rencana, namun bahan pengajaran dimiliki oleh para pendeta maupun biksu. Seperti pada saat kerajaan Sriwijaya mengalami kemasyhuran dan menjadi pusat penyebaran agama Buddha. Hal yang sama dialami pada zaman Majapahit (abad ke-14-16). (Hidayat, 2011, hal. 217)
Saat itu, pendidikan tidak diselenggarakan secara massal seperti pada zaman Sriwijaya. Akan tetapi, diberikan secara terbatas oleh beberapa guru dan kelompok murid dalam satu padepokan. Pada masa itu pendidikan telah diberikan dari tingkat dasar, lanjutan hingga tinggi. Meski tidak dilakukan secara formal, tetapi para guru mengajar memeiliki rencana pengajaran yang berkisar pada berbagai pengetahuan yang bersifat umum dan juga khusus untuk menopang kehidupan kesehariannya.
Sebelum Indonesia merdeka (zaman  penjajahan) kurikulum Indonesia disusun sedemikian rupa dan sudah relatif sangat canggih terutama kurikulum pada zaman kolonial ketika VOC mengendalikan Indonesia. Abad ke-17, pemerintah Hindia Belanda menyelenggarakan sistem pendidikan yang ditujukan untuk mendidik tenaga-tenaga terampil yang dapat dipekerjakan diperusahaan-perusahaan mereka. Pada waktu itu beberapa jenis pendidikan yang  tersedia meliputi pendidikan dasar, sekolah  latin (latijnsche school), pendidikan teologi (seminar theologicium), akademi pelayaran (academie der Marine). (Suryana dalam Hidayat, 2011:218)
Kemudian Hidayat (2011:218) mengungkapkan bahwa menjelang akhir tahun 1818, pada masa Daendels dikeluarkan peraturan umum mengenai persekolahan dan sekolah rendah. Isinya hanya mengenai ketentuan-ketentuan tentang pengawasan, pengajaran, namun tidak menyinggung perlausan pengajaran bagi golongan pribumi. Saat itu, kurikulum pengajaran yang diwajibkan adalah pengetahuan umum (Bahasa Belanda, sastra, dan berhitung). Materi pelajaran yang tertuang dalam kurikulum terutama dikonsentrasikan kepada menulis, membaca, dan menghitung. Kurun waktu ini berkembanglah apa yang dikenal dengan indologie, persisnya sejak tahun 1842. Indologiw dipahami sebagai suatu bagian dari ilmu oriental yang dikembangkan untuk tujuan penyiapan bekal pengetahuan tentang masyarakat negara jajahan bagi calon administrator yang akan bertugas di Hindia-Belanda.
Kemudian pada masa pergerakan pengembangan kurikulum pengajaran nasional diimplementasikan ke dalam berbagai sistem pengajaran baik umum maupun kejuruan. Saat itu didirikan berbagia sekolah kejuruan seperti sekolah guru (kweeschool) di Surakarta pada 1852. Menyusul sekolah pertanian, teknik, sekolah kehutanan, dan sebagainya. Puncaknya pada dua dasawarsa pertama abad ke-20 didirikan sekolah tinggi pertama di Bandung yaitu technische Hoge School (THS) pada 1922 yang kemudian dikenal dengan nama ITB. Saat itu, kurikulum yang digunakan semuanya mengacu kepada kurikulum yang dikembangkan Belanda. Di antaranya diterapkan sistem persamaan (konkondantie), seorang siswa dapat meneruskan pelajarannya sampai Belanda. Saat itu, banyak dilakukan pengiriman mahasiswa program pascasarjana ke Belanda untuk berbagai bidang studi. (Salim dalam Hidayat, 2011:219)
                Setelah indonesia merdeka, melalui BP-KNIP merekomendasikan untuk melakukan perubahan mendasar kepada kementrian pendidikan,pengajaran dan kebudayaan.Ide ini direalisasikan dengan pembentukan panitia penyelidik pengajaran,salah satu di antara  tugaslah menyusun sistem persekolahan pada 1947.            Sayangnya , karena masih dalam revolusi fisik maka rencana pelajaran 1947 itu belum dapat di laksanakan dan baru dapat dilaksanakan lagi pada 1952, yang tertuang dalam UU No. 4 1950 tentang pendidikan dan pelajaran. Di sinilah kemudian melahirkan kurikulum 1950 yang kemudian digantikan dengan kurikulum 1958. (Hidayat, 2011, hal. 220)
Fase berikutnya, kurikulum pendidikan nasional menyesuaikan diri dengan keputusan MPRS No.II/MPRS/I960 yang merumuskan mengenai manusia sosialisme Indonesia yang menjadi tujuan pembangunan nasional semesta berencana yaitu tata masyarakat adil dan makmur  berdasarkan Pancasila. Semua kurikulum pelajaran harus menginduk kepada keputusan induk sistem pendidikan Nasional antara lain dirumuskan mengenai pembinaan manusia Indonesia sebagai berikut (Tilaar dalam Hidayat, 2011:220) :
a. Indonesia yang susila, bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun materiil dan yang berjiwa Pancasila.Kurikulum ini lazim disebut Rencana pelajaran 1960. Manusia Indonesia baru yang berjiwa pancasila Manipol/Usdek dan sanggup berjuang untuk mencapai cita- cita tersebut.
b. Manpower  yang  cukup untuk melaksanakan pembangunan.
c. kepribadian kebudayaan nasional yang luhur.
d. Ilmu dan teknologi yang tinggi.
e. Pergerakan massa aksinya seluruh kekuatan rakyat dalam pembangunan dan revolusi.
Singkatnya, saat  itu pendidikan menjadi alat revolusi dalam upaya menciptakan warga Negara sosialis yang susila, bertanggung jawab atas terselenggaranya masayrakat sosial Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun materiil dan yang berjiwa pancasila. Dan kurikulum ini sering disebut dengan Rencana Pelajaran 1960.
Kurikulum mengalami dinamika baru ketika Orde Lama tumbang dan Orde Baru mengambil alih kekuasaan negara.Melalui tap MPRS No.XXXVII/MPRS/1996 tentang Agama,Pendidikan, dan Kebudayaan dirumuskan mengenai pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isinya.Beberapa muatan kurikulum yang ditekankan diantaranya menurut Hidayat (2011:221) sebagai berikut:
1. Mempertinggi mental-moral-budi pekerti
2. Memperkuat keyakinan beragama
3. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
4. Membina /memperkembangkan fisik-jasmani yang kuat dan sehat.
Dalam perjalananya, kurikulum tersebut dikenal dengan kurikulum 1968 melalui kepemimpinan Mashuri S.H  sebagai Menteri pendidikan.Kurikulum ini juga disebut dengan corretaled subject curriculum. Selain itu, salah satu semangat yang dikembangkan di antaranya membangun nation building dalam setiap proses pendidikanya. Itu dapat dilihat dengan dilarang masuknya sekolah asing di seluruh Indonesia.(Hidayat, 2011:221)
Selanjutnya sejak tahun 1969 upaya pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia secara terencana dimulai dalam program pembangunan lima tahun pertama (Pelita I), melalui proyek-proyek pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi, baik dengan menggunakan dana APBN maupun dana pinjaman luar negeri. (Suderadjat, 2004:2)
Pada zaman Orde Baru tepatnya pada taun 1975, kurikulum kembali diperbaharui. Dia antaranya melalui di bentuknya balai penyelidikan, dan perancangan pendidikan dan pengajaran (BP 4) yang dipimpin oleh H.S Adam Bachtiar. Usaha lainya dilakukan dengan pembaharuan kurikulum dan Metode Mengajar (PKMM). Kurikulum pada periode ini cenderung diarahkan pada pembangunan dan kemajuan (development and progress oriented) sehingga dapat menyiapkan tenaga kerja yang memiliki watak, pengetahuan dan keterampilan untuk pembangunan bangsa dan Negara di berbagai bidang. (Hidayat, 2011, hal. 221)
Maka pada 1973 lahirlah GBHN yang pertama sebagai keputusan MPR No. II/MPR/1973 yang melahirkan kurikulum 1975. Kurikulum 1975 mulai memiliki istematik dan tujuan pendidikan yang  jelas. Di antara kurikulum-kurikulum sebelumnya, kurikulum 1975 boleh dikata lebih sophisticated. Dari tujuan tersebut kemudian dijabarkan melalui Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dan berbagai rincian lainya sehingga jelas yang akan dicapai melalui kurikulum tersebut. Kurikulum ini di berlakukan pada saat Syarif Tayeb menjabat Menteri Pendidikan Kebudayaan. Kurikulum 1975 juga dikenal sebagai integrated curriculum organization (Widya dalam Hidayat, 2011:222)
Selang beberapa tahun, pada saat Dajoed Joesoef menjadi Menteri Pendidikan Nasional, kurikulum  terjadi perubahan yaitu masuknya unsur kebudayaan dalam  pendidikan nasional. Saat itu, muncul konsep mengenai pendidikan  humaniora dan kebudayan yaiu pendidikan yang dapat mengembangkan unsur-unsur kepribadian manusia secara menyeluruh dan utuh, sehingga terdapat keseimbangan antara pendidikan intelektual dengan pendidikan moral serta estetika. Kepemimpinan Daoed joesof dikenal dengan kurikulum 1984 yang menggantikan kurikulum 1975. Salah satu produk dari kurikulum ini adalah metode belajar Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). (Hidayat, 2011, hal. 222)
Pada tahun 1994 terjadi lagi perubahan kurikulum untuk menyempurnakan kurikulum yang sebelumnya. Hasilnya, kurikulum 1994 menjadi acuan saat itu. Kurikulum ini terkait dengan lahirnya UU Pendidikan Nasional No.  2 Tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional. Maka terhitung tahun pelajaran 1994/1995,  kurikulum ini resmi diterapkan di seluruh Indonesia. Pada tahun 1994, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ing Wardiman Djojonegoro menetapkan kurikulum yang dikenal objective based curriculum. kurikuum 1994 secara jelas merupakan alat Negara untuk menderivasi rumusan GBHN yang menjelaskan bahwa Indonesia sedang mengalami pembangunan jangka panjang II atau dianggap sebagai massa kebangkitan Nasional ke-2. Semangatnya, hendak diorientasikan kepada pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan IPTEK. (Hidayat, 2011, hal. 223)
Setelah itu pada masa Abdul Malik Fajar menjabat Menteri  Pendidikan Nasional pada 2004 kurikulum dirubah kembali. Sejak awal 2001 di susun kurikulum Berbaris Kompetensi (KBK) untuk menggantikan kurikulum 1994. Semangat KBK terinspirasi dari UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah No.  25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom. Saat itu ada tiga kebijakan penting yang termuat dalam KBK yaitu, Manajemen Berbaris Sekolah (MBS), Kurikulum Berbaris Kompetensi (KBK) dan Ujian Akhir Nasional (UAN). (Hidayat, 2011, hal. 223)
Tahun 2006 pada masa kepemimpinan Bambang Sudibyo, beliau mengesahkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No.  22/2006 tentang Standar Isi Pendidikan (dan No.  23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan /SKL menginisiasi kurikulum tingkat satuan pendidikan alias KTSP di Indonesia. Mulai Tahun pelajaran 2006/2007, KTSP atau akrab disebut kurikulum 2006 diterapkan di Indonesia. Kurikulum 2006 memberi keleluasan penuh setiap sekolah mengembangkan kurikulum dengan tetap memerhatikan potensi sekolah dan potensi daerah sekitar. Setiap  satuan pendidikan dasar  dan menengah diberikan peluang untuk mengembangkan dan menetapan KTSP (Kartono dalam Hidayat, 2011:224).
Masih hangat-hangatnya diperbincangkan, kurikulum 2013 menjadi kurikulum yang penuh dengan kontrofersi. Muhammad Nuh sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan telah mengembangkan kurikulum  2013. Kurikulum 2013 merupakan suatu pengembangan dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagai amanat UU tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, dimana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. (Guruorid, 2013)
4. Perbandingan Kurikulum Yang Sudah Diterapkan Di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia sejak tahun 1945 sebagaimana yang telah dipaparkan diatas telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006 dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem pilitik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Berikut beberapa uraian tentang kurikulum tersebut:
1. Kurikulum 1947 (Rencana Pelajaran 1947)
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. (Suplemen bahan ajar, tt:71)
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya 
b) Garis-garis besar pengajaran (GBP) 
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikira dalam arti kognitif, namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku (value , attitude), meliputi : 
a) Kesadaran bernegara dan bermasyarakat 
b) Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari 
c) Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. (Suplemen bahan ajar, tt:72) 
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana, yaitu :a) Daya cipta, b) Rasa, c) Karsa, d) Karya, e) Moral. 
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi. 
1) Moral 
2) Kecerdasan 
3) Emosional/artistik 
4) Keprigelan (keterampilan) 
5) Jasmaniah. 
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.  (Suplemen bahan ajar, tt:72)
3. Kurikulum Rencana Pendidikan 1964
Dalam buku suplemen bahan ajar (tt:73) pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving).
Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.
Masih dalam buku yang sama, dalam kurikulum tersebut menggunakan cara belajar dijalankan dengan metode yang disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tahun 1960. 
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100. Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana). (Suplemen bahan ajar, tt:73) 
4. Kuriulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani. Hamalik dalam Suplemen bahan ajar, tt:75)
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. (Suplemen bahan ajar, tt:75)
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya  9. (Suplemen bahan ajar, tt:75)
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 lahir sebagai tuntunan ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN 1973, dengan tujuan pendidikan “membentuk manusia Indonesia untuk pembangunan nasional di berbagai bidang”. (Suplemen bahan ajar, tt:96)
Pada prinsip pelaksanaannya, kurikulum 1975 ,menggunakan prinsip berorientasi pada tujuan, menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebig integratif, lebih menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu, menganut pendekatan sistem intruksional yang dikenal dengan prosedur pengembangan sistem inteuksional (PPSI), serta dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill). (Suplemen bahan ajar, tt:85)
6. Kurikulum 1984 
Kurikulum 1984 merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Oleh karena itu kurikulum 1984 dikenal juga sebagai kurikulum 1975 yang disempurnakan. Kurikulum 1984 berdasarkan keputusan Mentri pendidikan dan kebudayaan No. 0461/U/1983 tanggal 22 Oktober 1983 tentang perbaikan kurikulum pendidikan Dasara dan Menengah di Lingkungan Departemen Pendidikan dan kebudayaan.(Suplemen bahan ajar, tt:97)
Adapun aspek yang disempuarnakan dalam kurikulum 1984, yaitu:
7. Pelaksanaan PSPB
8. Penyesuaian tujuan dan struktur program kurikulum
9. Pemilihan kemampuan dasar serta keterpaduan dan keserasian antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
10. Pelaksanaan pelajaran berdasarkan kerundatan belajar yang disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing peserta didik.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 merupakan pelaksanaan amanat UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Dan dilaksanakan berdasarkan Mentri pendidikan dan kebudayaan No 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993. Serta kurikulum 1994 berisi 3 lampiran, yaitu:
1. Landasan program dan pengembangan kurikulum,
2. GBPP,
3. Pedoman pelaksanaan kurikulum.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut (Suplemen bahan ajar, tt:94): 
1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan. 
2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi) 
3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. 
4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen.
Dalam setiap kurikulum pasti terdapat kemudahan dan kelemahannya. Berikut beberapa kemudahan antara lain:
a. Kurikulum ini sangat memudahkan guru dalam membuat bahan pembelajaran maupun melaksanakannya dikelas karena materi sudah disiapkan pada dokumen kurikulum.
b. Bahan pembelajaran mudah diubah karena masing-masing mata pelajaran berdiri sendiri.
c. Penilaian hasil belajar siswa sangat mudah dilakukan guru karena berbasis materi pengetahuan.
Disamping kemudahan yang disebutkan di atas, kurikulum 1994 memiliki beberapa kekurangan antara lain yaitu (Suderadjat, 2004, hal. 6):
a. Garis-garis program pembelajaran diorganisasikan dalam mata pelajaran sesuai dengan disiplin keilmuan. Organisasi kurikulum seperti ini dapat menghilangkan kesatuan bidang studi, yang mengakibatkan tidak adanya perolehan yang integral pada siswa.
b. program pembelajarandirumuskan dalam pokok-pokok bahasan yang berorientasi materi pengetahuan, dengan susunan yang kurang mendasarkan pada kebutuhan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
c. Saratnya materi pembelajaran mendorong kegiatan pembelajaran menjadi proses menghafalkan kesimpulan hasil ilmuwan terdahulu, bukan penguasaan kecakapan proses yang memungkinkan siswa mengumpulkan data, menarik kesimpulan dan membuktikannya sendiri.
8. KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Mulai tahun 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diterapkan di Indonesia. KBK lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No. 2 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dan Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. (Suplemen bahan ajar, tt:102)
Dalam buku Suplemen bahan ajar (tt:102) Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, menguasai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya. Adapun kompetensi itu sendiri diklasifikasikan menjadi kompetensi lulusan (dimiliki setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradapsi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia, dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa).
Secara umum kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak atau bersikap. Berdasarkan pengertian kompetensi di atas, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan suatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. (Mulyasa, 2010, hal. 39)
Depdiknas (Mulyasa, 2010, hal. 42) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar laiinya yang memenuhi unsur educatif.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belaajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Sesuai dengan kondisi negara, kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembanagn serta perubahan yang sedang berlangsung dewasa ini, Depdikbud (Mulyasa, 2010, hal. 70) dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip diantaranya:
a. Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur
b. Penguatan integritas nasional
c. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika
d. kesamaan memperoleh kesempatan
e. abad pengetahuan dan teknologi informasi
f. pengembangkan keterampilan hidup
g. belajar sepanjang hayat
h. berpusat pada anak dengna penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif
i. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Dalam buku Suplemen bahan ajar (tt:105), terdapat beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 sebagai berikut:
a. KBK yang dikedepankan penguasaan materi hasil dan kompetensi paradigma pembelejaran versi UNISCO: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be.
b. Silabus ditentukan secara seragam, peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenangan guru.
c. Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu/ 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum bisa dikurangi.
d. Metode pembelajaran keterampilan proses dengan melahirkan metode pembelajaran PAKEM dan CTL.
e. Sistem penilaian lebih menitik beratkan pada aspek kognitif, penilaian memadukan keseimbangan kognitif, psikomotor, dan afektif dengan penekanan penilaian berbasis kelas.
f. KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KBH), penilaian berbasis kelas (PBK), krgiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS).
KBH berisi tentang perencanaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun.
PKB adalah melakukan penilaian secara seimbang di tiga ranah, dengan menggunakan instrumen tes dan non tes, berupa portofolio, produk, kinerja, dan pencil test.
KBM diarahkan pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman, guru tidak bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar secara penuh dan optimal.
Berikutnya Mulyasa (2010:93) menuturkan bahwa implementasi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Adapun implementasi kurikulum sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut:
a. Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna dilapangan.
b. Strategi implementai; yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, loka karya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan.
c. Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum dalam pembelajaran. 
9. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerinta Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui peraturan Menteri Pendidikan Masional masing-masing No 22 Tahun 2006 dan No 23 Tahun 2006, serta panduan KTSP yang dikeluarkan oleh BNSP. (Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 2010, hal. 9)
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL. (Suplemen bahan ajar, tt:107)
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat. 
Kerangka dasar dan struktur kurikulum, 
Beban belajar, 
Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan 
Kalender pendidikan. 
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. (Suplemen bahan ajar, tt:107)
Dalam buku sulemen bahan ajar (tt:108), terdapat beberapa tujuan mengapa pemerintah memberlakukan KTSP pada setiap jenjang pendidikan. Tujuan tersebut dijabarkan sebagai berikut:
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonom) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipan dalam pengembangan kurikulum.
Adapun secara khusus Mulyasa (2010:22) tujuan diterapkannya KTSP adalah sebagai berikut:
a. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayaka sumberdaya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan kompetensi yang sehat antara satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
KTSP perlu diterapkan pada satuan pendidikan berkaitan dengan tujuh hal berikut (Mulyasa, 2010:23):
a. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya.
b. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan.
c. Pengambilan keputusan lebih baik dilakukan oleh ekolah karena sekolah sendiri yang paling tahu yang terbaik bagi sekolah terebut.
d. Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulu dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
e. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikannya masing-masing.
f. Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah secara cepat serta mengakomodasiaknnya dengan KTSP.
Pada prinsipnya, menurut permendiknas No 22 tahun 2006 prinsip-prinsip pengembangan KTSP adalah sebagai berikut:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya. Pengembangan kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa peserta didik adalah sentral proses pendidkan agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, serta menjadi warga negara yang demokratis sehingga perlu disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan lingkungan peserta didik.
b. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman peserta didik, kondisi daerah dengan tidak membedakan agama, suku, budaya, adat, serta sosial ekonomi dan gender, Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, Kurikulum dikembangakan  atas kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis.
d. Relevan dengan kebutuhan.
e. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan relevansi pendidikan tersebut dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja.
f. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antara semua jenjang pendidikan.
g. Belajar sepanjang hayat, kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
h. Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal. (Suplemen bahan ajar, tt:110)
Adapun secara garis besar, KTSP memiliki enam komponen penting diantaranya sebagai berikut (Suplemen bahan ajar, tt:111):
a. Visi dan misi satuan pendidikan
Visi merupakan suatu pandangan atau wawasan yang merupakan representasi dari apa yang diyakini dan diharapkan dalam suatu organisasi dalam hal ini sekolah pada masa yang akan datang.
b. Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Tujuan pendidikan satuan perndidikan merupakan acuan dala mengembangkan KTSP. Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan untuk pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadianm akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuit pendidikan lebih lanjut.
c. Kalender Pendidikan
Dalam penyusunan kalender pendidikan, pengembangan kurikulum harus mampu menghitung jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi peserts didik, dan menyesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ahrus dimiliki peserta didik.
d. Struktur muatan KTSP yang terdiri dari:
1. Mata pelajaran
2. Muatan lokal
3. Kegiatan pengembangan diri
4. Pengaturan beban belajar
5. Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan
6. Pendidikan kecakapan hidup
7. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
e. Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatau kelompok mata pelajaran dngan tema tertentu, yang mencukup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang akan dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
f. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
g. Rencan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.
10. KURIKULUM 2013
Menurut Guruorid dalam web site guru.or.id menyebutkan Pengembangan kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap. Pertama, penyusunan kurikulum dilingkungan internal kemdikbud dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan parktis pendidikan. Kedua, pemaparan desain kurikulum 2013 di depan wakil presiden selaku ketua komite pendidikan yang dilaksanakan para 13 November 2012 serta di depan komisi X DPR RI pada 22 November 2012. Ketiga, pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat. Keempat, dilakukan penyempurnaan untuk selanjutnya diterapkan menjadi kurikulum 2013. Oleh karena itu, kurikulum 2013 belum sepenuhnya di laksanakan di Indonesia.
Masih menurut Guruorid, Kurikulum 2013 bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam pelaksanakan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Aapun objek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomenal alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan tersebut, diaharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh  lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. (Guruorid, 2013)
Dalam strategi pengembangan pendidikan dalam kurikulum 2013 dilakukan pada upaya meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi, efektivitas pembelajaran melalui kurikulum dan profesionalitas guru, serta lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran.
Pada intinya, Kurikulum 2013 menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 dimana ada beberapa permasalahan diantaranya sebagai berikut (Guruorid, 2013):
a. Konten kurikulum yang masih terlalu padat. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi pelajaran dan banyak materi yang terlalu luas dan tingkat kesukaran melampaui tingkat perkembangan usia anak.
b. Belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntunan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
c. Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, kererampilan dan pengetahuan.
d. Belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
e. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
f. Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remedial secara berkala.
g. Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.


EmoticonEmoticon